Yang Chil Sung (Dokumentasi: world.kbs.co.kr) |
Tidak ada yang tahu pasti berapa jumlah tentara berkebangsaan Korea dalam kubu Republik, yang jelas keberadaan mereka tidak bisa dilepaskan dari berkuasanya tentara Kekaisaran Jepang pada Maret 1942. Semenanjung Korea sejak sebelum meletusnya Perang Dunia II sudah lebih dahulu di okupasi oleh Jepang. Jepang menjadikan Korea sebagai negara jajahannya, dan mau tidak mau Kekaisaran Korea saat itu juga harus tunduk di bawah Tenno Haika (Kaisar Jepang).
Tidak ada suatu hal yang menjadikan sebuah penjajahan menjadi suatu hal yang dibanggakan, termasuk saat orang-orang Korea direkrut paksa masuk menjadi tentara Kekaisaran Jepang untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya. Mengingatkan hal serupa saat Jepang merekrut pemuda Indonesia masuk dalam bagian ketentaraan Jepang melalui PETA dan Heiho. Tentara-tentara Jepang berkebangsaan Korea ini kemudian banyak dilibatkan Jepang dalam berbagai medan pertempuran di sekitar Asia-Pasifik, termasuk saat Jepang mengambilalih Indonesia dari Hindia Belanda. Tentara Korea biasa ditempatkan dalam suatu batalyon baik di Rikugun (Angkatan Darat) maupun Kaigun (Angkatan Laut) yang dipimpin oleh komandan yang tentu saja tetap orang Jepang.
Shigeru Ono atau kemudian kerap dikenal dengan Rahmat Ono, tentara Jepang yang menyebrang dalam tentara Republik pasca kekalahan Jepang menyebutkan saat di Bandung ia memimpin sebuah grup dalam batalyonnya yang berisi orang-orang Korea. Ketika Jepang diketahui sudah kalah dalam perang, tentara kebangsaan Korea yang ia pimpin berubah menjadi enggan mematuhi perintah orang-orang Jepang.
Komarudin alias Yang Chil Sung: Berani dan Nekat!
Sekitar tahun 1945 - 1946 rakyat Garut terutama yang pernah ikut bergerilya akan sulit melupakan sosok Komarudin atau yang bernama asli Yang Chil Sung. Ya, ia seorang Korea dan ia berjuang bersama kaum Republik. Yang Chil Sung diketahui lahir pada 29 Mei 1919 di Wanjo, Provinsi Jeolla Utara yang saat ini masuk dalam Korea Selatan. Yang dibawa oleh tentara Jepang ke Indonesia dan diberi tugas untuk menjaga sebuah camp tawanan perang sekutu di Bandung pada 1942. Sama seperti ratusan tentara Jepang yang tidak kembali ke negeri asalnya, Yang tetap memilih tinggal di Indonesia. Tidak diketahui apa motivasinya awalnya, apakah sekedar ikut-ikutan tentara Jepang atau benar-benar ingin membantu perjuangan Indonesia. Yang jelas, Yang kemudian menjadi tentara yang tangguh dan menjadi "momok" bagi tentara Belanda selepas itu.
Wilayah tempur Yang di sekitar Garut Jawa Barat. Di bawah Kesatuan Pangeran Papak pimpinan Mayor E. Kosasih, Yang Chil Sung bersama 2 rekannya dari Jepang Hasegawa (Abu Bakar) dan Mashashiro Aoki (Oesman) menjadi trio pembawa maut bagi Belanda. Ketrampilan gerilya mereka kerap menyulitkan Belanda dan menginspirasi pejuang yang lain. Bahkan keberanian mereka, khususnya Yang Chil Sung benar-benar gila. Pernah suatu waktu Yang Chil Sung seorang diri menghancurkan jembatan Cimanuk yang akan dilewati oleh konvoi tentara Belanda untuk menaklukkan Wanaredja. Akibatnya pasukan Belanda yang datang dari arah Bandung terpaksa memutarbalik dan gagal menaklukkan Wanaredja.
Gerah dengan kelakuan mereka, Belanda mulai menyebarkan telik sandi (mata-mata) untuk meringkus Yang Chil Sung, Hasegawa, dan Mashashiro Aoki hidup atau mati. Lewat informasi telik sandi, mereka berhasil ditangkap disebuah gubuk di Desa Parentas, Kaki Gunung Dora, Garut. Setelah melewati pengadilan singkat di Garut, mereka bertiga diputuskan untuk dihukum mati, eksekusi ketiganya terjadi pada tanggal 10 Agustus 1949. Yang Chil Sung, dan dua rekan Jepangnya kemudian dimakamkan di TPU Pasir Pogor Garut. Pada 1975 Pemerintah Indonesia kemudian memindahkan makam Yang Chil Sung (dan dua rekan Jepangnya) ke TMP Tenjolaya Garut sebagai Pahlawan Kemerdekaan Indonesia.
M. Rikaz Prabowo
Sumber:
KBS World
Arsip Indonesia
Eiichi Hayashi, 2011. Mereka Yang Terlupkan, Memoar: Rahmat Shigeru Ono, Bekas Tentara Jepang Yang Memihak Republik, Penerbit Ombak, Yogyakarta
0 Comments:
Post a Comment