Herdini Suryanto dan Lulu Sugiyanti mengenakan seragam penerbang. (Sumber: hipwee.com) |
Angkatan Pertama Wanita Angkatan Udara Republik Indonesia (WARA)
Keberadaan personel wanita dalam sebuah angkatan sebenarnya sudah lazim dewasa ini, namun bagaimana dengan pada masa itu? Dalam perjuangan bangsa Indonesia pada revolusi fisik 1946-1949, keberadaan wanita sudah malang melintang dalam medan pertempuran. Baik di garis belakang maupun di garis depan. Bahkan tidak sedikit dari mereka juga berperan sebagai telik sandi, mengumpulkan informasi tentang kekuatan lawan. Setidaknya Angkatan Darat dan Angkatan Laut sudah lebih dahulu menerima prajurit berjenis kelamin wanita jauh sebelum AURI membuka pendidikan WARA.
Lulu Lugiyanti (23) dan Herdini Suryanto (26) adalah 2 dari 30 kadet wanita WARA yang siap mengikuti pendidikan di Kaliurang Yogyakarta sekitar bulan Agustus 1963. Latar belakang mereka adalah mahasiswa, Lulu Lugiyanti mahasiswa Fakultas Hukum di UNPAD Bandung, sedangkan Herdini mahasiswa tingkat akhir di Fakultas Geografi UGM Yogyakarta. Mereka mengikuti seleksi di Bandung maupun Yogya pada Februari 1963.
Pendidikan WARA dipusatkan di Kaliurang, Yogyakarta. Suatu wilayah dataran tinggi di kaki gunung Merapi dan hingga sekarang pun masih menjadi berfungsi sama. Pendidikan dasar dilaksanakan selama 5 bulan dimulai pada Agustus 1963. Kemudian dilantik dengan pangkat Letnan Satu dan Letnan Dua tergantung tingkat sarjana waktu mendaftar. Setelah pelantikan, Markas AURI membuka kesempatan anggota WARA untuk menjadi Pilot. Dari 3 orang yang mengikuti pendidikan, Lulu dan Herdini berhasil lolos menjadi Pilot AURI.
Menurut Lulu Lugiyanti saat itu hanya 10 jam diajarkan menerbangkan pesawat bersama instruktur menggunakan pesawat berjenis Piper Cub L-4J. Setelah itu ia disuru terbang secara solo (sendiri) ke beberapa kota di Jawa. Ada kisah menarik saat Lulu menerbangkan pesawat ini, perawakannya yang tidak terlalu tinggi (151 cm) memaksa ia mengganjal kursinya dengan bantal agar dapat menginjak pedal rudder(bagian pesawat) untuk mengendalikan pesawat. Ditambah karena Piper Cub termasuk pesawat ringan, ia harus pandai-pandai menghindari semburan jet dari pesawat lain yang bermarkas di Lanud Halim, seperti bomber TU-16. Ia juga pernah overshoot saat mendarat karena gugup melihat pesawat DC-3 Dakota yang juga hendak mendarat. Kisah lain lagi diutarakan oleh Herdini, ia terpaksa harus berjalan zig-zag dengan pesawat Piper Cub di landasan menuju titik lepas landas. Sebabnya bagian kokpit pesawat ini memang terlalu mendongan keatas sehingga menyulitkan pandangannya, ditambah saat mendaratkannya pesawat ini juga harus pandai karena justru roda bagian depan dahulu yang mesti menyentuh landasan. Setelah mengikuti pendidikan WARA dan pendidikan tambahan sebagai penerbang, pada 1964 mereka mendapatkan wing yang disematkan di seragam dalam sebuah upacara. Hari bersejarah bagi dunia dirgantara Indonesia yang telah memiliki penerbang wanita.
Pesawat Piper Cub (Dokumentasi: weaponstechnology.blogspot.com) |
Menurut Lulu Lugiyanti saat itu hanya 10 jam diajarkan menerbangkan pesawat bersama instruktur menggunakan pesawat berjenis Piper Cub L-4J. Setelah itu ia disuru terbang secara solo (sendiri) ke beberapa kota di Jawa. Ada kisah menarik saat Lulu menerbangkan pesawat ini, perawakannya yang tidak terlalu tinggi (151 cm) memaksa ia mengganjal kursinya dengan bantal agar dapat menginjak pedal rudder(bagian pesawat) untuk mengendalikan pesawat. Ditambah karena Piper Cub termasuk pesawat ringan, ia harus pandai-pandai menghindari semburan jet dari pesawat lain yang bermarkas di Lanud Halim, seperti bomber TU-16. Ia juga pernah overshoot saat mendarat karena gugup melihat pesawat DC-3 Dakota yang juga hendak mendarat. Kisah lain lagi diutarakan oleh Herdini, ia terpaksa harus berjalan zig-zag dengan pesawat Piper Cub di landasan menuju titik lepas landas. Sebabnya bagian kokpit pesawat ini memang terlalu mendongan keatas sehingga menyulitkan pandangannya, ditambah saat mendaratkannya pesawat ini juga harus pandai karena justru roda bagian depan dahulu yang mesti menyentuh landasan. Setelah mengikuti pendidikan WARA dan pendidikan tambahan sebagai penerbang, pada 1964 mereka mendapatkan wing yang disematkan di seragam dalam sebuah upacara. Hari bersejarah bagi dunia dirgantara Indonesia yang telah memiliki penerbang wanita.
Upacara wing day pelantikan Lulu Lugiyanti dan Herdini Suryanto sebagai penerbang AURI (Dokumentasi: Istimewa) |
Terbang Hingga Ke Malaysia Dalam Suasana Konfrontasi
Pada tahun 1964 Letnan Satu Lulu Lugiyanti mendapatkan tugas untuk menyebarkan sebuah pamflet propaganda menentang pembentukan negara Malaysia. Tugas tersebut atas perintah dari Panglima Komando Operasi AURI Marsekal Muda Leo Wattimena. Rencananya penyebaran pamflet itu melalui udara dengan menggunakan sebuah pesawat, target kotanya ialah Kinabalu, Sri Aman, Entikong, hingga Kota Kuching di bagian Sarawak, Malaysia. Ia terbang dari Jawa menuju Banjarmasin, kemudian dari kota tersebut menuju perbatasan antara RI dengan Malaysia untuk menyebarkan selabaran propaganda. Pesawat yang digunakan antara lain C-130, B-25 Mitchel, dan Grumman Albatros. Perlu dicatat Lulu tidak mengemudikan pesawat-pesawat terbut selama operasi, namun menjadi kru/awak dalam penerbangan. Meskipun ia memiliki wing penerbang, ia tidak diajarkan untuk konversi bisa menerbangkan pesawat jenis lain seperti pesawat-pesawat angkut tersebut.
Ibu Herdini Suryanto dan Ibu Lulu Lugiyanti, dua srikandi udara yang dimiliki sekaligus penerbang AURI pertama. (Dokumentasi: kompas.com) |
Pasca Peristiwa G-30-S kedigdayaan AURI seakan runtuh karena dituduh dekat dengan Presiden Soekarno dan PKI. Penulis tidakmau berhipotesa, namun kedua pilot wanita pertama AURI ini memilih berkarir singkat dan mengundurkan diri, Herdini pada tahun 1966 dan Lulu Lugiyanti pada 1968. Pangkat terakhir Lulu Lugiyanti diketahui Kapten Penerbang. Ia kemudian menikah dengan perwira Angkatan Darat yakni Kapten Edi Sudrajat, beliau pernah menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan dan juga Panglima ABRI rentang tahun 1993 - 1998. Sedangkan Lettu Herdini menikah dengan sesama penerbang Kolonel (Pnb.) Boyek Suryanto. Diketahui sebanyak 18 angkatan pertama pendidikan Wanita Angkatan Udara (WARA) AURI tahun 1963 tetap berdinas hingga tahun 1990an. Untuk mengisi silaturahmi dan nostalgia saat masa kedinasannya, mereka rutin melaksanakan arisan dan reuni. Pasca reformasi 1998 Lulu Lugiyanti ikut membesarkan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia yang dirintis suaminya.
Sumber:
0 Comments:
Post a Comment