Teruo Nakamura (tengah, berkepala plontos) sesaat setelah dijemput oleh TNI AU dari Morotai (Sumber: lenterainspiratif) |
Prajurit Wajib Militer/Sukarela
Teruo Nakamura sebenarnya bukanlah orang asli Jepang. Ia lahir di Taiwan pada 1919 dan memang penduduk asli dari suku di Taiwan. Saat itu Taiwan merupakan koloni atau wilayah jajahan Kekaisaran Jepang yang lebih dikenal dengan Pulau Formosa. Perang Dunia II membawanya terkena wajib militer dan pada November 1943 ia dimasukkan dalam Unit Sukarela Takasago yang merupakan bagian dari Rikugun (Angkatan Darat Jepang). Nakamura dan unitnya kemudian ditempatkan di Pulau Morotai, pulau strategis yang apabila direbut dapat menjadi batu loncatan sekutu untuk mengusir Jepang dari Filipina.
Pendaratan Sekutu di Pantai Pulau Morotai (Dokumentasi: wikimedia) |
Sekitar bulan September 1944 terjadi pertempuran Morotai untuk memperebutkan pulau tersebut antara Jepang dengan Sekutu (Amerika-Australia). Pasukan Jepang yang disiagakan hanya sekitar 1000 orang, dengan mudah dikalahkan oleh tentara Sekutu yang lebih banyak. Pada Maret 1945 markas tentara Jepang menyatakan ia termasuk prajurit yang gugur dalam pertempuran Morotai, meskipun jasadnya atau jejaknya tidak pernah diketahui pada saat itu.
Bersembunyi Dalam Hutan
Pengumuman gugurnya Teruo Nakamura ternyata berbeda dengan kenyataan aslinya. Tidak disangka Nakamura dan sejumlah tentara Jepang ternyata menolak menyerah dan bersembunyi di hutan Pulau Morotai. Pertempuran Morotai yang tidak seimbang memang banyak membuat pasukan Jepang kocar-kacir, Nakamura dan sejumlah rekannya lebih memilih bertahan dengan bersembunyi di pulau tersebut daripada harus menyerah pada tentara Sekutu. Pada tahun 1950an rekan-rekan Nakamura mulai ditemukan dan dikembalikan ke negara asalnya. Tidak diketahui apakah rekan-rekan Nakamura tersebut memang sengaja ditemukan melalui misi pencarian atau inisiatif sendiri "keluar hutan" dan melakukan penyerahan. Kini tinggal Nakamura sendiri di Hutan Morotai yang tetap memilih bertahan daripada menyerah.
Unit Sukarela Takasago, kesatuan Teruo Nakamura berdinas di Morotai (sumber: wikipedia) |
Di Hutan Morotai Nakamura hidup sendiri dengan membangun sebuah gubuk kayu beratap rumbia. Kebutuhan hidup sehari-harinya coba ia topang sendiri dengan menanam tanaman umbi-umbian dan singkong di sekitar gubuknya. Gubuknya juga ia pagari dengan kayu untuk mencegah mendekatnya binatang buas. Terungkapnya ada seorang prajurit Jepang di hutan Morotai sendiri awalnya dari laporan masyarakat. Selama persembunyiannya Teruo Nakamura tidak sepenuhnya hidup tanpa berinteraksi dengan manusia. Ia bersahabat baik dengan Baicoli, penduduk sekitar Morotai yang bertemu Nakamura saat berburu Babi ke hutan. Sejak saat itu keduanya bersahabat, Baicoli bahkan sering mengunjungi Nakamura di gubuk persembunyiannya sambil membawakan bahan makanan yang dibutuhkan seperti gula, garam, minyak, atau teh.
Baicoli merasa hidupnya sudah tidak lama lagi kemudian mewasiatkan melanjutkan persahabatannya dengan Nakamura kepada anaknya, Luther. Akan tetapi Luther sendiri pada tahun 1974 juga merasa hidupnya juga tidak akan lama lagi, ditambah ia sendiri tidak memiliki anak yang bisa mewariskan persahabatan dengan Nakamura. Luther akhirnya berinisiatif melaporkan keberadaan Nakamura kepada pihak berwenang. Ia melaporkan keberadaan satu tentara Jepang yang bersembunyi di hutan kepada Kapolsek Morotai, Kapten Lawalata. Dari laporan tersebut Kapten Lawalata kemudian melaporkannya kepada Komandan Pangkalan TNI AU Morotai, Kapten Supardi, untuk kemudian dilakukan misi penjempuran Nakamura.
Misi Penjemputan
Kapten Supardi memutuskan membentuk suatu tim untuk menjemput Nakamura dari hutan persembunyiannya yang terdiri dari 20 orang. Termasuk dalam tim penjemputan tersebut adalah Faizal bin Abdul Aziz, pria keturunan Arab yang saat itu menjadi satu-satunya wartawan yang meliput misi penjemputan Nakamura yang bekerja sebagai kontributor RRI Ternate di Morotai. Tim penjemputan berangkat pada pagi 18 Desember 1974. Keberangkatan tim tersebut amat dirahasiakan, bahkan dengan berjalan kaki dari pusat kota Morotai hingga ke kawasan Hutan Pilowo tempat si Nakamura bersembunyi.
Sejumlah skenario pun disiapkan untuk membuat Nakamura menyerah tanpa perlawanan. Serma Hanz Anthony, anggota TNI-AU dalam rombongan tersebut yang fasih berbahasa Jepang telah menyiapkan lagu kebangsaan Jepang, Kimigayo untuk dihapalkan oleh seluruh anggota tim. Selain itu tim juga sudah menyiapkan bendera Indonesia dan bendera Hinomaru (Bendera Jepang) disamping foto Presiden Soeharto dan Perdana Menteri Kakuei Tanaka. Rencananya tim akan menyergap Nakamura dengan menyanyikan lagu kebangsaan Kimigayo. Cara ini dipilih sebagai pendekatan soft, karena sikap tentara Jepang yang disiplin akan langsung berdiri hormat dan diam apabila mendengar lagu Kimigayo. Kemudian rencana berlanjut apabila Nakamura sudah dikuasai dengan menunjukkan foto P.M Kakuei Tanaka sebagai pemimpin pemerintah Jepang saat itu, dan foto Soeharto sebagai Presiden Indonesia yang sudah berdaulat dan merdeka.
Tim kemudian berhasil sampai ke gubuk Nakamura pada 19 Desember 1974, namun Nakamura diketahui sedang tidak ditempat. Sambil menunggu Nakamura pulang, tim bersembunyi dan siap menyergap begitu melihat Nakamura. Saat yang ditunggu tiba, Nakamura pulang, tim penjemputan kemudian mengepung gubuk tersebut. Nakamura terkejut dan sangat tegang, ia berusaha masuk ke dalam gubuknya. Rencana dijalankan, tim kemudian menyanyikan lagu kebangsaan Jepang Kimigayo, mengibarkan kedua bendera, dan memperlihatkan foto dua pemimpin negara yang sudah disiapkan. Sambil mengarahkan senjata, Serma Hanz Anthony memerintahkan Nakamura untuk angkat tangan dan menyerah. Berhasil, Nakamura menyerah tanpa perlawanan apapun kepada tim.
Serma Hanz Anthony menjelaskan kepada Nakamura bahwa Perang Dunia II telah berakhir 29 tahun yang lalu dan Jepang kalah. Wilayah Morotai sebagai tempat persembunyiannya kini telah menjadi bagian dari negara yang merdeka dan berdaulat bernama Indonesia dengan Soeharto sebagai Presidennya saat itu. Tidak lupa ia juga menunjukkan foto Kakuei Tanaka yang saat ini memimpin pemerintahan Jepang. Secara fisik saat ditangkap Nakamura kelihatan sehat dan bugar, namun ia hanya mengenakan pakaian yang terbuat dari karung goni.
Ketika tim memeriksa di dalam gubuknya ditemukan sepucuk senapan dan 14 peluru yang masih aktif. Juga ditemukan sebotol minyak babi yang ia gunakan untuk memasak maupun merawat senapannya. Di dalam gubuk yang berukuran 2x2 meter itu juga terdapat kayu-kayu yang disusun olehnya untuk tidak dan sudah tampak melengkung. Menurut keterangannya, kayu-kayu itu juga disiapkan untuk membakar dirinya sendiri apabila suatu saat sudah tidak bisa berbuat apa-apa.
Dipulangkan ke Taiwan
Teruo Nakamura setelah pulang ke Taiwan dan bertemu istrinya (sumber: pinterest) |
Setelah Teruo Nakamura berhasil ditangkap tim membawanya ke Pangkalan TNI AU Morotai, kesehatannya pun sempat diperiksa namun ia dinyatakan sehat oleh dokter. Sebagai pengganti pakaian karung goninya, ia diberikan baju seragam oleh prajurit TNI AU. Ia kelihatan bingung melihat keramaian, maklum karena sudah 30 tahun tidak berinteraksi dengan banyak orang. Nakamura kemudian dibawa ke Jakarta, dijemput langsung oleh KSAU Marsekal Saleh Basarah dengan Pesawat C-130 Hercules. Setibanya di Jakarta, Nakamura diserahkan ke Kedutaan Besar Jepang oleh TNI-AU. Nakamura ingin dirinya dipulangkan ke Jepang, akan tetapi permohonan itu nampaknya sulit dikabulkan. Setelah mengecek data-data dan berkas prajurit Jepang dalam Perang Dunia II, diketahui Nakamura adalah orang Taiwan yang hanya terdaftar dalam pasukan Sukarela. Oleh kedutaan, Nakamura akhirnya dikembalikan ke Taiwan dan berhasil berkumpul kembali dengan istri dan keluarganya. Nakamura diketahui wafat pada 15 Juni 1979 karena sakit paru-paru.
Tinggal satu pertanyaan yang belum terjawab, mengapa Nakamura memilih bersembunyi di dalam hutan Morotai? Menurut Serma Hanz Anthony yang menerjemahkan pernyataan Nakamura, ia mengira pasukan sekutu masih menguasai Pulau Morotai. Ia bahkan mengira pesawat TNI-AU yang sering lepas landas di sekitar Morotai adalah pesawat Sekutu.
Menyerahnya Nakamura menjadikan ia sebagai prajurit Jepang terakhir yang menyerah paska Perang Dunia II di Pasifik. Di Filipina juga ada kejadian serupa, Letnan Dua Hiro Onoda bertahan Pulau Lubang dari Desember 1944 hingga baru menyerah pada Maret 1974. Untuk menghormati semangat pantang menyerah Nakamura, Pemerintah Morotai telah membangun monumen dengan patung dirinya saat mengenakan seragam tentara Jepang. Sekedar info, di Morotai hanya ada 2 patung tokoh Perang Dunia II, pertama adalah Jenderal Mac Arthur (AS), yang kedua siapalagi kalau bukan si Nakamura.
Sumber:
0 Comments:
Post a Comment