Riwayat Miangas, Jadi Rebutan Kolonialis Hingga Waspada ISIS

Pulau Miangas
(sumber: trubus.id)

Negara tetangga Indonesia di sebelah utara, Filipina saat ini sedang berjuang melawan pemberontak Maute yang berafiliasi dengan ISIS di Kota Marawi. Memang akhir-akhir ini sejak bulan Mei 2017 hingga kini pegerakan ISIS di kota yang terdapat banyak warga muslim tersebut cukup menarik perhatian, termasuk dari negara tetangga. Malaysia, Filipina, dan Indonesia bahkan sudah sepakat untuk saling berpatroli bersama di sekitar perairan Sulu yang berbatasan dengan Indonesia-Malaysia. Hal ini secara tidak langsung kembali menarik perhatian suatu pulau yang berada di paling utara Indonesia, bahkan letaknya justru lebih dekat dengan Filipina. Ya, pulau tersebut bernama Miangas. Pasalnya Pulau Miangas hanya berjarak 48 mil atau sekitar 77 kilometer dari pesisir pantai Filipina terdekat, dibandingkan dengan kecamatan Nanusa yang berjarak 145 mil. Untuk mengantisipasi pergerakan ISIS menyeberang ke wilayah RI, berbagai gelaran militer baik Udara, Laut, dan Darat disiagakan di sekitar perairan Miangas. Bahkan, pemerintah daerah setempat bersama dengan Tentara Nasional Indonesia berulang kali melakukan penyuluhan penguatan nasionalisme dan patriotisme agar warga Miangas waspada akan masuknya ISIS.


Asal Nama Miangas
Nama "Miangas" berasal dari kata meangas, yang dalam dialek setempat berarti menangis. Meangas kemudian dengan seiring waktu berubah menjadi Miangas hingga sekarang. Asal muasal ini berasal dari sumber-sumber setempat di sekitar Kepulauan Nanusa. Pemberian nama pulau "menangis" bukanlah tanpa sebab, pulau ini dahulu kerap diserang oleh perompak asal perairan Sulu di sekitar Filipina. Ya, tentu saja akibat seringnya pulau ini diserang oleh kelompok perompak membawa kesedihan yang mendalam bagi warga disana.

Peta posisi pulau Miangas
(Dokumentasi: istimewa)


Menjadi Rebutan Belanda-Spanyol-Amerika
Pulau Miangas sebenarnya bukan suatu pulau yang kaya akan sumber daya alam yang tergantung di perut buminya, atau setidaknya belum ditemukan. Akan tetapi posisi pulau ini yang sangat strategis yang posisinya berada di segitiga Filipina-Malaysia-Indonesia membuat Miangas sudah sering diperebutkan sejak abad ke 16-17 M. Bangsa awal yang melakukan eksplorasi pelayaran mencari rempah-rempah, Spanyol dan Portugis sudah sering melintas di sekitar pulau tersebut. Spanyol yang menguasai Filipina bersahabat dengan Kesultanan Tidore dan beberapa kerajaan kecil di sekitar Sangihe. Sedangkan Portugis sebaliknya, bersekutu dengan Kesultanan Ternate yang posisinya juga tidak jauh dari perairan tersebut.
Pada tahun 1677, giliran Belanda melalui perusahaan kongsi dagangnya VOC, berkuasa di Miangas melalui suatu kontrak politik dengan Raja-Raja Sangihe-Talaud yang disebut Corpus Diplomaticum Indicum. Kontrak tersebut mencakup wilayah kepulauan milik kerajaan-kerajaan di Sangihe-Talaud, termasuk Miangas. Sejak saat itu sengketa kepemilikan Miangas antar dua negara kolonialis tersebut menghangat. Spanyol yang sudah berkuasa di Filipina merasa memiliki kewajiban untuk mengontrol perairan di sekitar negara itu, termasuk perairan Laut Sulu dan Laut Sulawesi dimana Miangas berada diantaranya.
Spanyol memberi nama pulau ini Polmas yang kemudian berubah menjad Las Palmas yang artinya pulau yang banyak pohon kelapa. Spanyol berdalih sudah menemukan pulau ini sejak tahun 1648 dan sudah memasukkan pulau ini dalam peta pelayaran, tentunya tanpa menyelidiki siapa dulu yang bedaulat disana. Pada 1895 Residen Manado M.J Jellesme mengunjungi pulau tersebut atas nama pemerintah Hindia Belanda. Dalam kunjungannya Jellesme ingin membuktikan kesetiaan Kapitan Laut (sebutan untuk penguasa Pulau Miangas) terhadap pemerintah Belanda setelah menolak mengibarkan bendera nasional Spanyol yang diberikan kapal mereka. Spanyol masih merasa Miangas alias Las Palmas adalah hak mereka karena yang pertama kali menemukan dan memberi nama pulau tersebut.
Di penghujung Abad 19 situasi di Filipina memanas karena pecah perang antara Amerika Serikat, negara kolonialis baru, dengan Spanyol yang merupakan negara kolonialis yang benar-benar sudah ortodoks. Perang tersebut hanya berlangsung satu tahun antara 1897 hingga ditandatangani Traktat Paris 10 Desember 1898, Filipina kalah dalam perang dan harus menyerahkan seluruh wilayah Filipina kepada Amerika Serikat termasuk pulau Miangas.
Sekitar tahun 1920an Pulau Miangas kembali menjadi rebutan, kali ini antara Amerika Serikat yang telah berkuasa di Filipina dengan Belanda yang kala itu menguasai Indonesia (Hindia Belanda). Sebenarnya pada tahun 1915 kapal peneliti pantai milik negara Paman Sam tersebut telah mendarat di pulau tersebut untuk memastikan posisi yang tepat atas lembaran peta laut Belanda nomor 183.9. Amerika Serikat sebenarnya menuntut Belanda untuk menyerahkan pulau tersebut. Terang saja ini ditolak mentah-mentah oleh Belanda karena mereka terlebih dahulu yang menemukan pulau tersebut dan berdaulat di atasnya. Kedua negara akhirnya sepakat menjadikan Miangas dalam status quo pada 1925 yang akan diselesaikan di Mahkamah Internasional di Den Haag Belanda.
Pada 4 April 1928 Mahkamah Internasional melalui hakim Dr. Max Hubert dari Swiss memutuskan Belanda tetap memiliki Pulau Miangas. Hal itu berdasarkan penelitian lama melalui proses historis dan hukum, asal-usul penduduk, kebangsaan, bahasa, termasuk daerah jajahan lain Belanda di Indonesia. Menurut hakim, pulau itu harus diberikan kepada Belanda karena menurut hukum Internasional yang didasarkan pada kedaulatan yang tidak terputus. Pada masa Perang Dunia II pulau Miangas sebenarnya juga sempat dikuasai oleh Jepang pada 1942 hingga mereka mulai kalah dalam Perang Asia Pasifik di awal 1945.
Paska Perang Dunia II, Filipina dan Indonesia mulai berdiri menjadi suatu negara yang merdeka. Seiring mulai jalannya pemerintahan yang stabil kedua negara menyepakati batas-batas negara. Filipina tidak keberatan atas kepemilikan Miangas hingga sekarang tetap menjadi bagian dari NKRI.,

Meskipun begitu, uniknya di Miangas pernah mata uang Peso Filipina berlaku disamping mata uang Rupiah. Begitupula dengan pasukan logistik dan sinyal televisi yang masih terpengaruh dari Filipina. Semoga pemerintah dapat mewujudkan kedaulatan seratus persen di pulau tersebut.


Sumber:
Kompas
Liputan 6

0 Comments:

Post a Comment