Rumah Proklamasi Hibah Dari Seorang Arab

Rumah Proklamasi. (Sumber: kekunoan.com)

Proklamasi Kemerdekaan RI yang di proklamirkan 72 tahun yang lalu di Jakarta masih menyimpan berbagai hal yang masih belum diketahui oleh masyarakat. Bisa dibilang hal ini merupakan
unwritten history atau sejarah yang tidak tertulis terutama sekali pada buku sejarah di sekolah-sekolah.
Seperti diketahui proklamasi kemerdekaan RI 72 tahun yang lalu dilaksanakan di sebuah rumah di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Cikini, Jakarta. Sebagian besar memahami bahwa rumah di alamat tersebut adalah milik Sukarno dan dijadikan lokasi proklamasi. 
Akan tetapi berdasarkan penelusuran rumah tersebut sebenarnya milik seorang pengusaha keturunan Arab yang dipinjamkan kepada Sukarno. Adalah Faradj bin Said Awad Martak, seorang pengusaha yang cukup sukses di masa kolonial Hindia Belanda, Presiden Direktur N.V Alegemeene Import-Export en Handel Marba. Sesuai namanya perusahaan pimpinan Martak memang bergerak di bidang perdagangan ekspor impor. Martak adalah orang Arab keturunan dari Hadramaut, Yaman Selatan. Anaknya, Ali bin Faradj Martak yang dikemudian hari meneruskan bisnis ayahnya tersebut dikenal dekat dengan Sukarno. Keluarganya memang dikenal sebagai pendukung kemerdekaan RI. Bahkan dikemudian hari Martak menghibahkan rumah yang sangat legendaris tersebut ke Pemerintah Indonesia.

Faradj Martak
(Dokumentasi: mansyuralkatiri.com)
Tidak diketahui secara pasti sejak kapan Sukarno menempati rumah milik Martak di Jalan Pegangsaan Timur no 56 tersebut. Di dalam buku biografinya yang berjudul "Penyambung Lidah Rakyat" karya penulis Cindy Adams, bahkan tidak disebutkan peran Faradj bin Said Awad Martak dalam membantu proklamasi kemerdekaan. Hanya diketahui sekembalinya dari penculikan di Rengasdengklok dan menyusun teks Proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda hingga dini hari, Sukarno pulang ke rumah ini untuk beristirahat menyiapkan diri untuk jam 10 pagi tanggal 17 Agustus 1945.

Satu hal yang pasti, pada momen tersebut kesehatan Sukarno turun drastis. Bisa dikatakan ia dalam kondisi sakit dimana malaria nya kembali kambuh karena kecapaian beraktifitas penuh tanpa tidur selama 2 hari. Faradj Martak sempat memberikan madu Arab sebelum Sukarno tidur agar kesehatannya segera membaik. Sukarno sendiri menuturkan madu dari Faradj Martak sangat membantu pemulihan dirinya yang sangat kelelahan. 

Pukul 09.00 WIB Sukarno bangun dari tempat tidurnya meksipun masih dalam keadaan yang belum pulih seutuhnya. "Pating Greges" kata Sukarno yang artinya tidak enak badan. Ia segera menyiapkan diri untuk membacakan teks proklamasi, mengenakan pakaian serba putih, dimana Hatta dan ratusan pendudukan dan orang pergerakan telah menunggu di sekitar rumahnya. Tepat pukul 10.00 WIB didampingi oleh Bung Hatta, Sukarno membacakan teks proklamasi yang sangat sakral itu kemudian disusul mengibarkan bendera merah putih dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Sukarno merasa dirinya masih tidak enak badan dan masih butuh istirahat untuk menghadapi sidang PPKI yang akan merumuskan berbagai hal soal organisasi kenegaraan. Ya, ia kembali ke kamarnya dan meneruskan tidurnya. Tiada perayaan kemerdekaan kala itu sebagaimana yang dilakukan dewasa ini.

Surat pribadi Bung Karno kepada Faradj
Martak yang berisi ucapan terimakasih
kepada beliau karena sudah meminjamkan
rumah dan berkontribusi dalam kemerdekaan
(Dokumentasi: mansyuralkatiri.com)
Keluarga Martak Dalam Pergerakan Nasional

Seperti diungkapkan di atas, Faradj bin Said Awad Martak adalah orang keturunan Arab yang sangat mendukung kemerdekaan Indonesia dan memiliki kontribusi yang luar biasa saat proklamasi. Ternyata apabila ditelusuri lebih jauh, keluarga besar Martak memang sudah terlibat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia sejak masa pergerakan nasional. Menantunya (istri Ali bin Faradj Martak) diketahui adalah cucu dari Syech Ghalib bin Said Tebe yang merupakan tokoh pendiri organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) di Bogor. SDI kemudian berubah nama menjadi Sarekat Islam (SI) di bawah pimpinan H.O.S Cokroaminoto pada 1912.

Setelah proklamasi kemerdekaan rumah Martak di Jalan Pegansgaan Timur No. 56 itu kemudian dihibahkan kepada pemerintah Indonesia dan terus digunakan oleh Sukarno dan keluarga hingga kepindahan mereka ke Yogyakarta pada 4 Januri 1946. Atas kontribusi dan jasa besar Faradj Martak, pemerintah Indonesia melalu Kementerian Pekerjaan Umum memberikan suatu surat penghargaan yang ditandatangani pada 14 Agustus 1950 di Yogyakarta oleh Menteri Pekerjaan Umum Ir. H.M Sitompul.




Surat Penghargaan untuk Faradj Martak dari Kementerian Pekerjaan Umum
RI tertanggal 14 Agustus 1950.
(Dokumentasi: arabindonesia.com)

Itulah fakta sebenarnya dari rumah proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur no. 56, Cikini, Jakarta. Pada tahun 1962 rumah ini kemudian dirubuhkan dan atas perintah Presiden Sukarno didirikan Gedung Pola yang terdapat patung Bung Karno dan Bung Hatta dalam sikap membacakan naskah proklamasi pada 17 Agustus 1945. Bisa dibilang lokasi sekarang sudah menjadi suatu taman/monumen proklamasi kemerdekaan. Jalan Pegangsaan Timur juga sudah berubah dan kini dinamakan Jalan Proklamasi.

Monumen Proklamasi di Jakarta
(Dokumentasi: istimewa)

Sumber:
Mansyur Al-Katiri

Penulis: M. Rikaz Prabowo

0 comments:

Post a Comment