Brigadir Jenderal Robert Guy Loder-Symonds (Dokumentasi: tabloidsergap.wordpress.com) |
Pada Perang Dunia II yang berlangsung sengit melawan Nazi Jerman, tidak satupun Inggris kehilangan jenderalnya. Keadaan sebaliknya justru terjadi selang beberapa bulan saat Perang Dunia II usai (Agustus 1945). Nun jauh di sebelah timur Eropa, Inggris harus kehilangan dua jenderalnya dalam sebelas hari pada pertempuran di Surabaya, 10 November 1945.
Nahas, barangkali itu adalah kata yang paling pas untuk menggambarkan bagaimana tentara Inggris harus berdarah-darah dalam menghadapi tentara republik dalam Pertempuran Surabaya 10 November 1945. Pada perang kota tersebut Inggris harus membayar mahal kehancuran pasukan mereka, meskipun akhirnya berhasil meraih kemenangan. Pertempuran yang pecah pada 10 November 1945 itu sebenarnya adalah puncak dari ketegangan antara tentara republik dengan pasukan Inggris yang mendarat di Surabaya. Pada 25 Oktober 1945 Pasukan Inggris mendarat di Surabaya dengan tugas utama untuk melucuti senjata tentara Jepang, memulangkan mereka, dan membebaskan tentara sekutu tawanan Jepang. Kehadiran Inggris yang sering melakukan provokasi menyebabkan pecah pertempuran pertama antara pasukan republik dengan pasukan Inggris pada 27-28 Oktober 1945. Inggris harus rela kehilangan 427 tentaranya, dan ratusan lain terluka, akibat perlawanan dari tentara republik dan sejumlah laskar rakyat yang banyak memiliki senjata rampasan Jepang.
Pada 29 Oktober 1945, gencatan senjata berhasil disepakati antara pasukan Inggris dan tentara republik setelah Presiden Sukarno terbang langsung dari Jakarta untuk turun tangan. Akan tetapi esoknya 30 Oktober 1945 terjadi malapetaka, Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby tewas setelah dirinya terjebak dalam baku tembak antara pasukan Inggris dengan pasukan republik. Baku tembak tersebut terjadi karena kesalahpahaman tentara Inggris dari bangsa India yang tidak mengetahui adanya gencatan senjata dan menembaki tentara republik. Ia tewas di dalam mobil akibat sebuah peluru yang tidak jelas asalnya dari Inggris atau pasukan republik, di depan gedung Internatio, Surabaya. Terlebih mobil yang ia kendarai itu juga akhirnya meledak setelah terkena granat tangan.
Paska peristiwa ini Mayor Jenderal Manserg yang merupakan komandan tertinggi tentara Inggris di Asia Tenggara murka. Ia akhirnya mengultimatum pihak republik untuk segera menghentikan perlawanan dan menyerahkan senjata kepada Inggris sebelum 10 November 1945 atau kota tersebut akan diserang. Tidak mau tunduk pada Inggris, pasukan republik akhirnya memilih opsi kedua dan pecahlah pertempuran besar pertama paska usainya Perang Dunia II itu.
Gugurnya Jenderal Artileri Inggris
Jenderal Symonds waktu masih berpangkat kolonel di kesatuannya di Inggris (depan, keempat dari sebelah kiri) (Dokumentasi: http://www.pegasusarchive.org) |
Jam belum menunjukkan pukul 7 pagi, pasukan Inggris sesuai batas ultimatum mulai melakukan serangan pada perkubuan pasukan republik di Surabaya. Sepanjang perang tersebut, Inggris diperkuat sebanyak 30 ribu tentara dari berbagai kesatuan seperti Brigade Infanteri 49, Divisi India ke 23, dan Divisi India ke 5. Jumlah tentara itu masih diperkuat 24 Tank Sherman, 24 Pesawat Tempur/Bomber, dan 5 kapal perang untuk membombardir Surabaya dari laut.
Pihak republik menghadapi perang yang tidak seimbang dalam pertempuran ini, dari sisi jumlah tentara saja hanya diperkuat 20 ribu infanteri bersenjatakan senapan-senapan hasil rampasan Jepang dan Belanda dengan amunisi yang terbatas. Bahkan tidak semuanya masing-masing memanggul senapan. Tidak diperkuat tank, meriam, apalagi pesawat udara. Satu-satunya meriam yang bisa dimanfaatkan pada kubu republik hanya beberapa pucuk Meriam Anti Pesawat peninggalan Jepang yang awalnya rusak namun akhirnya berhasil diperbaiki.
Jelas kekuatan pasukan republik bukan tandingan bagi kekuatan pasukan Inggris yang berpengalaman, terlatih, dan lebih modern. Satu-satunya keunggulan pasukan republik ialah dibantu oleh milisi kelaskaran yang jumlahnya hingga 100 ribu orang dari sekitar Surabaya, yang kebanyakan bersenjatakan senjata tajam daripada senjata api.
Pesawat Mosquito (Dokumentasi: Istimewa) |
Pukul 10.00 pagi pertempuran di Surabaya baru berjalan sekitar 4 jam. Inggris kembali dibuat malu akibat ulah pasukan republik, kali ini jenderal mereka harus jadi tumbalnya. Adalah Brigadir Jenderal Robert Guy-Loder Symonds, Komandan Detesemen Artileri di Surabaya. Ia gugur setelah pesawat yang ia tumpangi berjenis deHavilland Mosquito dan dipiloti Letnan Philip Norman Osborne mengalami kerusakan dan jatuh di dekat lapangan udara Morokrembangan. Pesawat itu jatuh dan terbakar, menyebabkan Jenderal Symonds dan Letnan Osborne tewas seketika. Hal ini sebagaimana yang dirilis oleh Mayor Jenderal Mansergh, pengganti Jenderal Mallaby.
Menurut situs www.pegasusarchives.org yang merupakan wadah informasi yang dibuat untuk mengenang sejarah dan eksistensi pasukan Lintas Udara (Airborne) Tentara Kerajaan Inggris pada Perang Dunia II. Jenderal Symonds gugur pada tanggal 11 November 1945 dalam suatu kecelakaan pesawat di Jawa dalam usia yang cukup muda, baru 32 tahun. Sekedar catatan, Jenderal Symonds sebelum dikirim ke Jawa, tergabung dalam Divisi Lintas Udara 1 Inggris yang malang melintang diterjunkan di palagan Eropa dalam Perang Dunia II.
Arek-arek Suroboyo sedang mengarahkan meriam anti pesawat (Dokumentasi: okezone.com) |
Akan tetapi keterangan bahwa Jenderal Symonds gugur karena kecelakaan sebagaimana dirilis oleh pihak Inggris masih menjadi perdebatan dan keraguan. Inggris sengaja menutup-nutupi catatan memalukan, bahwa pesawat Mosquito yang ditumpangi sang jenderal sebenarnya jatuh karena ditembak oleh meriam anti pesawat pihak republik. Pelaku sejarah pertempuran 10 November 1945 Des Alwi dan Barlan Setiadijaja misalnya, meyakini tembakan meriam anti pesawat udara milik anggota Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) lah yang menyebabkan gugur nya kedua perwira tersebut.
Adalah prajurit bernama Goemoen yang menemukan sepucuk meriam anti pesawat udara yang telah rusak milik Jepang di gudang senjata Don Bosco. Bersama temannya, meriam itu diperbaiki hingga kembali dapat operasional. Ibarat pepatah gayung bersambut, saat meriam itu akan diujicoba paska di reparasi, tiba-tiba melintas pesawat Mosquito di atas Stasiun Wates (Surabaya) dan langsung saja dijadikan objek percobaan. Bagaimana hasilnya? sukses besar! Ujicoba tersebut berhasil mengenai sayap pesawat Mosquito yang menyebabkan pesawat oleng kehilangan kendali. Pesawat akhirnya jatuh di landasan Lapangan Udara Morokrembangan, terhempas dengan kuat dan akhirnya meledak terbakar. (Ada dugaan pilot Letnan Osborne mencoba melakukan pendaratan darurat namun gagal).
Jenazah Symonds kemudian dikebumikan di Surabaya berdampingan dengan makam sang pilot, Letnan Osborne. Saat perang usai dan kondisi keamanan Indonesia sudah stabil, makam kedua orang tersebut dipindahkan ke Commonwealth War Cementry di Menteng Pulo, Jakarta.
Pertempuran yang diperkirakan Inggris mampu dimenangkan dalam tempo beberapa hari itu nyatanya meleset. Baru pada 29 November 1945 seluruh Kota Surabaya baru bisa dikuasai Inggris dan menyatakan kemenangan dalam perang tersebut. Bukti nyata bahwa perlawanan pasukan republik cukup sengit dan keras hingga tidak mudah untuk dikalahkan Inggris. Saat perang ini berhasil, Inggris diperkirakan kehilangan 1500-2000 tentaranya yang gugur. Angka itu masih belum ditambah ratusan tentara Inggris berkebangsaan India yang desersi menyebrang bergabung ke pasukan republik. Menurut Sukarno dalam buku biografinya Penyambung Lidah Rakyat, ada 800 tentara India-Inggris yang bergabung dengan pasukan republik.
Sumber
Historia, Gugurnya jenderal kedua, 15 November 2017
Pegasus Archive, Robert Guy Loder Symonds, diunduh pada 21 Desember 2017
Tabloid Sergap, Ketika Surabaya diultimatum dua jenderal Inggris Tewas, 13 November 2012
Wikipedia Indonesia, Battle of Surabaya, diunduh 21 Desember 2017
Penulis: M. Rikaz Prabowo
1 Comments:
bagus pak guruu
Post a Comment