Asian Games dan Unifikasi Korea

Kontingen Korea mengibarkan bendera Unifikasi
(sumber: newsclick.in) 
Perhelatan Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang yang dibuka pada 16 Agustus akan menjadi sejarah baru bagi dua negara, Korea Selatan dan Korea Utara. Inilah pertama kalinya dalam perhelatan Asian Games, negara yang terpisah karena ideologi tersebut bertanding beberapa cabor dalam satu bendera - bendera Unifikasi Korea


Jika tidak ada aral melintang, Jakarta akan menjadi salah satu saksi sejarah dan berandil dalam proses penyatuan Korea. Ketua Komite Penyelenggaraan Asian Games 2018 (INASGOC), Erick Tohir mengungkapkan pada kompas.com pada 29 Juni 2018 bahwa sebagian atlet Korea Selatan dan Korea Utara dipastikan bersatu menjadi tim Korea dalam tiga cabang olahraga yang dipertandingkan mendatang. Ia juga menambahkan bahwa saat parade atlet negara-negara peserta, kedua negara juga akan bersatu memakai nama Korea dan satu bendera yakni bendera Unifikasi Korea. 

Tiga cabang olahraga yang dipertandingkan dalam tim bersama tersebut antara lain bola basket putri, perahu naga putra-putri, dan dayung. Adapun untuk olahraga dayung bagi yang putra dalam satu tim nomor pertandingan LM4- dan LM8+, sementara yang putri pada nomor pertandingan LW2X. Dengan ini maka dalam Asian Games 2018 ada tiga kontingen yang mewakili semenjung Korea, yakni Kontingen Korea Selatan, Kontingen Korea Utara, dan tentu saja Kontingen Korea Bersatu. Pun dalam pembagian medali maka menjadi kepemilikan kontingen sendiri-sendiri. 

Keputusan tampil dalam parade satu Korea dan beberapa cabor dalam satu kontingen, menjadi angin segar akan harapan dan keinginan sebagian besar masyarakat Korea bahkan masyarakat dunia secara umum akan penyatuan Korea. Seperti diketahui Korea Selatan dan Korea Utara harus terpisah menjadi dua negara paska selesainya Perang Dunia II. Musababnya, semenanjung Korea dibebaskan dari penjajahan Jepang oleh dua negara sekutu, Amerika Serikat di sisi selatan dan Uni Soviet di sisi utara. Kedua negara adidaya tersebut kemudian sama-sama sepakat dan berhenti di garis batas 38 derajat lintan utara(paralel 38). 

Karena tidak adanya kejelasan dan kesepakatan terkait pembentukan Korea yang merdeka, maka pada 15 Agustus 1948 Amerika Serikat membentuk Republik Korea (Korea Selatan) beribukota di Seoul. Sedangkan Uni Soviet membentuk Republik Demokrasi Rakyat Korea (Korea Utara) beribukota di Pyongyang. Terbawa tensi politik dan pengaruh perang dingin yang masing-masing mengadopsi ideologi Liberalisme dan Komunisme, maka pada 25 Juni 1950 Korea Utara melancarkan serangan militer ke selatan yang menurut Kim Il Sung merupakan perang pembebasan agar dapat menyatukan Korea secara utuh. Tidak disangka perang tersebut berubah menjadi perang besar (multinasional) dan memakan jutaan jiwa. Pada 27 Juli 1953 dicapai kesepakatan gencatan senjata, namun secara teknis kedua belah pihak hingga sekarang masih dalam kondisi perang dan terus terpisah hingga sekarang.


Bersatu Dalam Olahraga

Tidak salah apabila banyak pendapat umum yang mengatakan olahraga adalah ajang untuk persatuan, hal ini benar dan berlaku bagi kedua negara namun masih satu bangsa tersebut. Sebenarnya ide untuk menurunkan tensi antara Korut dan Korsel melalaui olahraga telah dirintis sejak 1960. Presiden Organisasi International Olympic Committee (IOC), Avery Brundage, memiliki ide untuk menyatukan dua Korea dalam satu kontingen dalam Olimpiade 1960 di Roma Italia. Untuk itulah perlu diadakan suatu diskusi di wilayah netral, mempertemukan kedua korea dan tempat yang dipilih ialah Hongkong yang saat itu masih menjadi koloni Inggris. Menurut Brian Bridges dalam The Two Koreas and The Politics of Global Sport (Leiden-2012), Sementara pihak Korea Utara bersedia dan menyetujui langkah tersebut, tanggapan dingin malah datang dari pemerintah Korea Selatan. Pada akhir April 1960 pembicaraan ini terhenti dikarenakan tidak ada keseriusan dari pihak Korsel. Akhirnya pada Olimpiade 1960 di Roma, Korea Utara memilih untuk tidak berpartisipasi.

Olimpiade 1988 di Seoul kembali menjadi salah satu langkah upaya untuk melakukan unifikasi Korea. Korea Selatan menawarkan Korea Utara untuk berpartisipasi dalam satu kontingen. Mula-mulanya diadakan pembicaraan pada tahun 1987, akan tetapi usaha ini kembali berakhir dengan jalan buntu. Pasalnya Korea Selatan sebagai tuan rumah merasa keberatan dengan negosiasi yang ditawarkan oleh Korea Utara, salah satunya tentang permintaan agar beberapa kota seperti Pyongyang menjadi co-host bagi Olimpiade 1988. Permintaan Korea Utara agar juga dapat mengadakan Olimpiade 1988 di wilayahnya menuai protes di Korea Selatan. Puncaknya Korea Selatan akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan pembicaraan tersebut setelah insiden pemboman Korea Airlines tujuan Burma-Seoul pada November 1987, dimana peristiwa itu diduga kuat akibat ulah intelejen Korea Utara.

Selang tiga tahun kemudian pada 1991 akhirnya pertama kali dalam sejarah kedua negara mengibarkan bendera unifikasi dan bertanding dalam satu kontingen pada Kejuaraan Tenis Meja ke 41 di Chiba, Jepang. Masih pada tahun yang sama pula kedua Korea tetap bertanding dalam satu bendera pada 1991 FIFA World Youth Championship di Lisabon, Portugal. Selain bersatu pada beberapa kejuaraan, duo-Korea juga melakukan parade bersama dalam satu bendera dalam beberapa ajang olahraga seperti Olimpiade Musim Panas 2000 di Sydney, Australia, Asian Games 2002 di Busan, Korea Selatan, Olimpiade Mahasiswa Universidae Musim Panas 2003 di Daegu, Korea Selatan, Olimpiade Musim Panas 2004 di Athena, Yunani, Olimpiade Musim Dingin 2006 di Turin, Italia, dan Asian Games 2006 di Doha, Qatar. (Akhmad Muawal Hasan, Jejak Persatuan Korut-Korsel di Lapangan Olahraga, tirto.id 29/01/2018)

Khusus tahun 2018 seiring dengan hubungan kedua negara yang terus bergerak ke arah positif, duo-Korea akan semakin intens dalam menurunkan tim bersamanya. Untuk pertamakalinya dalam Olimpiade (musim dingin), di Pyeongchang Korea Selatan pada bulan Februari yang lalu. Selain parade pembukaan dengan bendera Unifikasi Korea, kedua negara juga membentuk tim gabungan dalam cabang olahraga hoki putri. Korut juga ikut andil dalam menyemarakkan perlombaan dengan mengirimkan 230 orang pemandu sorak terbaiknya. Kemudian pada 29 April - 6 Mei 2018, untuk kedua kalinya dalam Kejuaraan Tenis Meja Dunia di Swedia Kontingen Korea Bersatu kembali mengirimkan atletnya.  Akhirnya akan menjadi pertama kali dalam sejarah pula dalam Asian Games 2018, kedua negara yang sejatinya satu bangsa itu menurunkan kontingen/tim bersama dalam pesta olahraga terbesar se Asia. Dengan slogan Energy of Asia, tidak salah rasanya bila ajang ini benar-benar menjadi suatu momentum hadirnya energi yang baru bagi persaudaraan dan solidaritas seluruh bangsa Asia, terutama bagi Korea Utara dan Korea Selatan. 

0 comments:

Post a Comment