Mustafa Kemal Attaturk "Tersungkur" di Aceh

Mustafa Kemal Pasha
(Sumber: Istimewa)
Suasana siang itu terasa gerah meskipun rombongan guru sejarah dalam perhelatan yang diadakan Direktorat Sejarah Ditjen Kebudayaan Kemendikbud telah berada di dalam gedung galeri. Gedung galeri yang dikunjungi pada 28 April 2018 tersebut berada di dalam komplek Makam Turki Tengku Di Bitay. Terletak di Gampong Bitay, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh. 


Menurut sang juru kunci makam sekaligus merangkap sebagai tour guide di tempat itu, Azimah, galeri tersebut dibangun oleh bantuan pemerintah Turki paska Gempa dan Tsunami Aceh 2004. Di dalam galeri yang tidak memiliki pendingin ruangan memadai itu dipajang berbagai macam informasi dan sejarah terkait hubungan diplomatik antara Aceh dan Turki, dari masa Kesultanan Aceh Darussalam hingga tanah serambi Mekkah itu menjadi bagian dari Indonesia. Tidak ketinggalan pula dipajang foto-foto atau sketsa Sultan-Sultan Turki dari masa ke masa hingga kesultanan itu bubar mengalami gerakan revolusi berubah menjadi republik. 

Semua foto atau sketsa dipajang di dinding ruangan, kecuali foto seseorang yang paling berandil dalam merubah Turki dari negara monarki menjadi negara republik. Siapalagi jika bukan Mustafa Kemal Pasha, si bapak Turki modern. Meskipun di anggap sebagai orang yang berjasa bagi Turki, Mustafa Kemal termasuk orang yang paling kontroversial di negeri itu bahkan umat muslim di seluruh dunia juga tidak sedikit yang mengutuknya. Kebijakannya yang sangat merugikan Islam saat masa awal Republik Turki membuatnya disamakan dengan Firaun yang zalim di masa modern. 

Azimah juru kunci Makam Tengku di Bitay. Tampak di sebelahnya
foto Mustafa Kemal yang diletakkan dibawah.
(Dokumentasi Pribadi)

Menurut Azimah, keberadaan foto Mustafal Kemal "tersungkur" di lantai galeri bukanlah karena tidak adalagi ruang tersisa di dinding untuk dipajang. Foto itu berada di bawah juga bukan karena keinginanya, justru ia lah yang menyelamatkan foto tersebut dari pengrusakan. Seperti dituturkannya, ia beberapa kali diminta untuk tidak menempatkan foto Mustafa Kemal di dalam galeri oleh pengunjung dari negara Turki. Bahkan pernah suatu hari foto itu dicopot dan langsung dibuang keluar oleh pengunjung dari Turki yang ia lihat masih seusia mahasiswa. Azimah sendiri sebenarnya paham mengapa foto Mustafa Kemal berulang kali diminta untuk dicopot oleh pengunjung yang kebetulan dari Turki. Akan tetapi menurutnya bagaimanapun juga Mustafa Kemal adalah bagian dari sejarah Turki dan tugas galeri tersebut sebatas untuk melestarikannya serta tidak ikut-ikutan terkait politik di Turki. 


Musfata Kemal Yang Dibenci dan Dicintai
Lahir di Thessaloniki, Yunani, yang dahulu masuk wilayah Turki Ustmani pada 12 Maret 1881 dari seorang ayah yang bekerja sebagai pegawai bea cukai. Sejak usia muda ia sudah masuk ke sekolah militer pada tahun 1895 dan lulus pada tahun 1905 berpangkat Letnan. Sejak usia muda pula ia sudah aktif berpolitik dengan bergabung dalam kelompok-kelompok atau gerakan yang menginginkan pembaruan dan perubahan pada Turki Ustmani. Meski seorang tentara yang semestinya setia pada pimpinan, ia malah sebaliknya dengan seringnya menentang sistem kekhalifan Turki. Karir nya meroket karena kepiawainnya dalam palagan pertempuran termasuk dalam Perang Dunia I 1914-1918 meskipun Turki menderita kekalahan. 

Republik Turki berdiri pada 29 Oktober 1923 yang sebenarnya merupakan hasil dari dibubarkannya Kesultanan Turki Ustmani (Ottoman). Dari suatu negara yang bercorak monarki Islam, Turki berubah menjadi negara republik demokratis. Adalah sosok Mustafa Kamal Pasha, salah satu tokoh oposisi kesultanan dan jenderal yang berhasil naik ke tampuk politik negeri itu. Sebelum keterlibatan Turki pada Perang Dunia I, Mustafa Kemal telah memimpin gerakan untuk mengurangi kekuasaan Sultan dengan mengambil alih pemerintahan lewat Gerakan Turki Muda pada 1908, sedangkan Sultan hanya menjadi simbol belaka. Akan tetapi pada 29 Oktober 1923 ia dan kekuatan politiknya resmi membubarkan Turki Ustmani yang telah berdiri lebih dari 5 abad itu. Sultan dan keluarganya diusir dari Istanbul dan diasingkan. 

Mustafa Kemal Pasha juga sering dipanggil dengan Attaturk, atau bapak negara Turki. Maksudnya adalah Mustafa Kemal lah yang dianggap bapak Turki modern. Memang, saat ia memimpin Turki sejumlah kebijakan-kebijakan yang revolusioner sekaligus kontroversial banyak ia putuskan. Namun tidak ada yang lebih sefenomenal saat ia merubah Turki yang sebelumnya suatu Kekhalifan Islam menjadi negara yang sekuler jauh dari agama. Bangsa Turki yang sudah beratus-ratus tahun hidup dibawah sistem syariah dipaksa harus berganti menjadi sistem demokrasi dan menganjurkan gaya hidup yang modern layaknya bangsa barat. Pada masanya pula Islam begitu hendak disingkirkan dan memperoloknya. Ia mewajibkan adzan diganti dalam bahasa Turki dan pencetakan Al-Qur'an dalam bahasa Turki pula. Kemal juga melarang penggunakan segala bentuk pakaian yang mengarah pada simbol-simbol keislaman seperti larangan berjilbab. Selain itu ia juga banyak menutup masjid-masjid serta membatalkan UU yang bernafaskan Islam seperti dalam urusan waris, perkawinan, jaminan sosial dan sebagainya diganti menjadi hukum yang bercorak barat.

Meskipun Turki yang modern ini menganut demokrasi, nyatanya Mustafa Kemal memimpin secara otoriter dan diktator. Tidak ada partai lain yang diperkenankan selain Partai Rakyat. Pembangunan Turki dijalankan atas dasar Kemalisme atau filsafat Kemal Pasha yang menyatakan bahwa kebahagiaan terletak dalam kemerdekaan hidup. Sesuatu bangsa tidak bahagia jika tidak merdeka. (Isawati, Sejarah Asia Barat Dari Peraban Kuno Sampai Perang Teluk, 2012). Konon akibat kebijakan yang menurut berbagai pihak merugikan orang-orang Islam di Turki itu, ia wafat dengan keadaan yang sering masyarakat umum bilang "terkena azab".

Akan tetapi tidak sedikit juga masyarakat Turki yang mencintai Mustafa Kemal. Apa yang dilakukan olehnya sebenarnya sebagai upaya untuk menyelamatkan Turki dari penggerogotan kedaulatan oleh negara-negara sekutu pemenang Perang Dunia I. Selain itu kondisi dalam negeri Turki sendiri penuh dengan ancaman integrasi dan Sultan yang dianggap bertindak sewenang-wenang namun lemah dimata dalam memimpin. (Angkasa edisi No XLVI 2008, The Great Commanders of The Battle Fields).


Penulis: M. Rikaz Prabowo

0 comments:

Post a Comment