Kebun Binatang Pontianak Dalam Ingatan

Koleksi Gajah di Kebun Binatang Pontianak
(Sumber: flickr)
Pandemi COVID 19 membuat Kebun Binatang harus menutup kunjungan yang berdampak pada kurangnya pendapatan. Akibatnya, satwa koleksi terancam kelaparan hingga bangkrut. Di Pontianak, situasi serupa telah terjadi sejak tahun 2008 jauh sebelum COVID 19, tapi bermuara pada satu pangkal. Biaya operasional.


Generasi tahun 80an dan 90an Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya masih ingat betul wilayahnya itu memiliki sebuah kebun binatang. Terletak di daerah Jalan Adisucipto, kebun binatang ini pada masa jayanya cukup dekat dengan pusat kota dengan biaya masuk yang terjangkau dan fasilitas yang cukup memadai. Suasananya yang rindang, bagaikan oase ditengah hiruk pikuk perkotaan menyebabkan kebun binatang ini menjadi salah satu tempat wisata favorit. 

Tidak banyak yang bisa ditelusuri soal sejarah keberadaan Kebun Binatang Pontianak karena minimnya sumber/dokumen yang mudah diakses. Menurut berita daring LKBN Antara antaranews.com berjudul '93 Satwa di Pontianak di Pindahkan ke Singkawang' tanggal 30 Mei 2008, menyebutkan kebun binatang itu dibangun pada tahun 1979 oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Dengan tujuan awal sebagai upaya memelihara serta merawat satwa langka, pemerintah kemudian mendirikan Yayasan Kebun Binatang Pontianak untuk mengelolanya.

Koleksi kebun binatang ini beragam jenis, mulai dari hewan primata besar seperti orang utan hingga berbagai macam burung. Ada yang memang didatangkan sebagai koleksi, adapula hewan-hewan hasil sumbangan dan sitaan dari warga yang memiliki secara ilegal. Kala itu karena penegakan hukum yang lemah dan kurangnya edukasi masyarakat soal satwa-satwa langka yang dilindungi, banyak masyarakat yang memelihara hewan liar seperti burung Enggang dan Beruang Madu. 


Bersaing Dengan Pusat Perbelanjaan
Agar dapat dikelola lebih profesional, pada tahun 2003 Yayasan Kebun Binatang Pontianak menggandeng PT. Citra Indo Kalimantan sebagai partner kerjasama. Mujur, kerjasama ini membawa efek positif dengan meningkatnya jumlah kunjungan karena berhasil ditata dengan baik. Pengujungnya tidak hanya lokal dari sekitar Pontianak, namun warga kabupaten lain yang cukup jauh. Ramainya Kebun Binatang Pontianak juga berimbas baik terhadap perekonomian warga sekitar yang menjajakan berbagai makanan, cinderamata, atau jasa perparkiran. Jumlah kunjungan yang meningkat itu tentu saja berbanding lurus dengan pendapatan yang diterima oleh Kebun Binatang Pontianak. 

Sayangnya, masa keemasan itu tidak bertahan lama. Masyarakat mulai beralih mengunjungi pusat-pusat perbelanjaan yang mulai menjadi tren di Kota Pontianak kala itu lewat kehadiran sejumlah mall. Pada tahun 2006 Pontianak sudah memiliki 4 mall yang cukup besar dan lengkap dengan tempat hiburan antara lain Mall Matahari, Mall Ramayana, Mall Gajahmada, dan Mega Mall. Untuk Mega Mall bahkan menjadi yang terlengkap dan juga terdapat bioskop, wahana permainan, serta berbagai gerai kuliner modern.

Adanya pusat perbelanjaan modern itu sedikit banyak berpengaruh terhadap jumlah kunjungan yang terus menurun dari tahun ke tahun. Imbas yang paling terasa adalah menurunnya pemasukan dari penjualan karcis yang menyebabkan pengelola kewalahan menanggulangi biaya operasional kebun binatang yang sangat tinggi. Kebun binatang kekurangan dana untuk merawat satwa, terutama untuk biaya pakan yang harus dikeluarkan tiap hari. Abdul Manaf Mustafa, Kepala Dinas Kehewanan dan Peternakan Provinsi Kalimantan Barat waktu itu menuturkan kebutuhan makan untuk satwa setiap hari adalah Rp. 180 ribu, dimana pemerintah provinsi hanya mensubsidi sebesar Rp. 60 ribu. Sisanya ditanggung oleh PT. Citra Indo Kalimantan, sedangkan total kebutuhan bulanan kebun binatang itu kurang lebih sekitar Rp. 10 juta.

Kondisi demikian akhirnya menyebabkan PT. Citra Indo Kalimantan gulung tikar, tidak sanggup lagi mengelola Kebun Binatang Pontianak. Pada tahun 2008 nasib kebun binatang kebanggan masyarakat Pontianak itu benar-benar sudah diujung titik nadir. Kunjungan masyarakat sangat sepi, bahkan diakhir pekan dan libur nasional sekalipun. Pemerintah provinsi memutuskan untuk menutup Kebun Binatang Pontianak dengan mengalihkan satwa-satwa yang ada ke kebun binatang di Singkawang yang baru operasional (Sinka Zoo). "Daripada semakin terlantar, lebih baik diserahkan kepada pihak yang memiliki komitmen dan memenuhi syarat untuk memelihara", kenang Abdul Manaf Mustafa.

Kebun Binatang Pontianak akhirnya resmi mengakhiri operasionalnya selama 29 tahun sekitar akhir tahun 2008. Di akhir kejayaannya itu, Kebun Binatang Pontianak memiliki 93 jenis satwa, dimana 51 jenis diantaranya sangat langka dan dilindungi undang-undang.

Penulis: M. Rikaz Prabowo

0 comments:

Post a Comment