Kumpulan mobil-mobil terparkir di Pontianak (Sumber: @pontianaksejarah) |
Kepala Redaksi, Boullie. Kantor Redaksi dan Administrasi di Kampung Darat, Pontianak. Judul "Itu Siksaan Plaatselijk Fond" berisi tentang keluh kesah supir-supir antar kota dalam provinsi yang tersisa adanya aturan dan kondisi yang mempersulit pekerjaan mereka.
Sudahlah itu chauffer-chauffer (supir) auto (mobil) yang jalan keluar kota, mesti pakai Rijbewijs (Surat Izin Mengemudi/SIM) ada terlalu susah dan jauh, yakni mesti dibeli pula ke Sungai Jawi di Gevangenis (daerah sekitar Penjara), yang kurang lebih 2 paal jauhnya dari kampung Siantan. Sehingga kalau kita mau berjalan dengan mobil keluar kota misalnya ke Mempawah, kita mesti menunggu supir membeli itu SIM sampai berjam-jam lamanya.
Padahal di Siantan dimana tempat perhentian mobil-mobil itu, dekat itulah kantornya Demang Siantan, yang memang disitulah tempat itu SIM diperiksa. Apakah tidak lebih baik kalau itu SIM di jual di kantor Demang Siantan, buat sementara menanti itu mobil-mobil dibebaskan (dibolehkan jalan)?
Kita tahu, itu tukang jual SIM di Gevangenis diberi tunjuangan f-50 sebulan. Alangkah baiknya kalah itu uang f-50 tiap-tiap bulan, digunakan pembetulan jalan? atau didermakan pada kromo (orang) yang kekurangan makan? Apakah karena yang menjual itu SIM berkulit putih? Hati-hati, itu uang keringatnya rakyat, jangan kau royalkan. Kalau rakyat sudah sadar dari tipuanmu, itu semua akan di tuntut.
Penulis: M. Rikaz Prabowo
Penulis: M. Rikaz Prabowo
0 comments:
Post a Comment