Oleh: Mohammad Rikaz Prabowo | Pimpinan Redaksi Majalah Riwajat
Sejarah gerakan kepanduan di Indonesia mulai tumbuh di abad 20 dan banyak didirikan organisasi pergerakan nasional. Tidak hanya terpusat di Jawa, namun juga disetiap cabang organisasi itu. Termasuk di Kalimantan Barat, dimana pada 1932 berdiri Hizbul Wathan. Menyusul Parindra dengan Surya Wirawan pada tahun 1937.
Pergerakan nasional yang sedang berlangsung di Indonesia sejak awal abad 20 hingga menjelang masuknya Jepang (1941), telah memunculkan banyak organisasi-organisasi yang sadar akan persatuan kebangsaan. Mulai dari yang bercorak nasionalistik, agamis, sosialis, hingga fokus dibidang pendidikan. Menariknya, beberapa organisasi-organisasi itu memiliki organisasi sayap kepemudaan. Perlahan organisasi sayap kepemudaan itu berkembang menjadi suatu gerakan kepanduan. Seiring dengan meluasnya organisasi pergerakan itu dengan membuka cabang-cabangnya di kota lain, tentunya sayap pemuda dan pandunya ikut didirikan. Di Borneo Barat (Kalimantan Barat), berdiri Hizbul Wathan sekitar tahun 1932.
Hizbul Wathan
Kepanduan yang sering disingkat 'HW' ini menjadi gerakan kepanduan pertama di Borneo Barat, seiring berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah. Hizbul Wathan artinya Pembela Tanah Air. Menjadi kepanduan kebangsaan pertama yang berdiri di Kalimantan Barat dengan bernafaskan Islam dan cita-cita Muhammadiyah. Persyarikatan Muhammadiyah sendiri sebenarnya sudah diperkenalkan pada 1924 oleh dua guru agama dari Sumatera Barat, Haji Manaf dan Mohammad Akib namun masih sebatas kegiatan perseorangan. Titik balik perkembangan Muhammadiyah di Borneo Barat baru terjadi tahun 1932. Dengan memiliki 4 cabang, yakni di Sungai Bakau Kecil pimpinan H.M Kurdi Djafar, Singkawang pimpinan M. Taufik, Sambas pimpinan H.Malik Sood, dan Pontianak pimpinan M. Arsyad Annasar. Demikian Ya' Achmad, dkk, dalam Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Kalimantan Barat (1981).
Meskipun HW menjadi gerakan kepanduan yang hadir pertama di wilayah ini, namun harus diakui anggotanya tidak seberapa banyak. Konsentrasi HW hanya ada di daerah yang terdapat kepengurusan Muhammadiyah dan Volkschool Muhammadiyah. Terbatasnya jangkauan HW ini setali tiga uang dengan perkembangan Muhammadiyah itu sendiri. Soedarto, dkk, dalam Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Kalimantan Barat (1979) menuturkan, kebanyakan umat Islam saat itu memandang ide-ide pembaharuan dan purifikasi Muhammadiyah yang dianggap terlalu modern dan kebarat-baratan. Di Pontianak, HW berpusat di Volkschool Muhammadiyah Gang Mariana. Tokoh-tokoh pemuda Muhammadiyah yang kala itu turut membesarkan HW antara lain Jayadi Saman dan sang ketua Cabang Pontianak M. Arsyad Annasar. Jayadi Saman pasca proklamasi dikenal sebagai salah satu eksponen tokoh republiken yang turut berjuang secara politik menentang hadirnya kembali Belanda di Kalimantan Barat. Penanaman nilai cinta tanah air kepada kader Hizbul Wathan juga menghasilkan beberapa tokoh pejuang nasional diantaranya Jenderal Sudirman.
Surya Wirawan
Gerakan Kepanduan bukan saja hanya milik organisasi-organisasi kebangsaan, namun juga Partai Politik. Pada tahun 1937 didirikan Komisariat Daerah Partai Indonesia Raya (Parindra) yang berkedudukan di Pontianak. Dengan berdirinya Parindra, maka dibentuk pula organisasi pemuda yang kemudian dinamakan Surya Wirawan. Pengurus Komisariat Daerah Parindra Kalimantan Barat sendiri terdiri dari Raden Koempoel (Kepala Kantor Pos), Hadjarati (Guru HIS), Mustamir (Ajun Landbouw Consulent), dan A. Harahap (Kepala Pelabuhan Pontianak).
Tidak seperti Muhammadiyah, Parindra yang menarik garis politik kebangsaan murni berkembang dengan pesat. Dalam waktu singkat Parindra telah meluaskan cabangnya di kota-kota lain seantero Kalimantan Barat. Diantaranya: Ngabang pimpinan Gusti Effendi Rani, Sambas pimpinan Machrus Effendi, Singkawang dan Pemangkat pimpinan Djenawi Tahir, Mempawah pimpinan Mas Mohammad, dan Sintang pimpinan Gusti Ismail. Menurut Soedarto, pesatnya perkembangan Parindra karena didukung oleh kalangan bangsawan. Bahkan Parindra cabang Sambas menjadi cabang terbesar di Kalimantan Barat, mendapatkan dukungan dari Sultan dan seluruh keluarganya menjadi anggota Parindra.
Luas dan pesatnya Parindra itu berdampak positif pada keanggotaan Surya Wirawan. Pemuda dari kalangan biasa hingga putra-putri Sultan banyak yang bergabung dalam Surya Wirawan. Diantara tokoh-tokoh penting atau pimpinan organisasi pemuda kepanduan itu antara lain Gusti Ahmad, Subiakto, dan Rasib Abdurrahman. Sebagai underbouw, Surya Wirawan mendapatkan pendidikan politik oleh kader-kader Parindra terutama cita-cita nasionalisme. Soedarto juga menambahkan pemuda yang bergabung dalam Surya Wirawan kebanyakan yang sudah atau sedang menempuh pendidikan (sekolah). Oleh sebab itu anggota kepanduan ini cukup melek politik. Selain itu, kepanduan Surya Wirawan cukup memikat pemuda dengan seragamnya yang menarik dan salam "HIDUP" yang menjadi salam resmi kepanduan mereka.
Di masa pendudukan Jepang, baik Hizbul Wathan maupun Surya Wirawan dibubarkan. Bahkan petinggi Parindra dan Surya Wirawan banyak yang menjadi korban pada Peristiwa Mandor 1944.
Ternyata kebahagiaan hidupku menikmati kemerdekaan, disebabkan oleh perjuangan para pendahuluku terimakasih para pahlawan bangsa, semoga keberadaanku sekarang dapat pula menyebabkan kebahagiaan anak cucu dan generasi peneus dimasa mendatang, Aamiin
ReplyDelete