Berita Lawas: Pembukaan Cursus Muhammadiyah Pontianak (1927)

Halaman depan Koran Kapoes Bode 24 September 1927
(Sumber: koleksi pribadi)

Berita asli dari Surat Kabar Kapoeas Bode, edisi hari Sabtu 24 September 1927. Kepala Redaktur U.C Rozet. Berita berjudul "Cursus Muhammadijah" mengabarkan tentang pembukaan sekolah agama milik Persyarikatan Muhammadiyah di Pontianak yang dipimpin oleh M. Joenoes.

Share:

Hikayat Petani Lada Bangka

Ilustrasi Lada Putih. (merdeka.com)

Pulau Bangka adalah pulau yang terkenal dengan sahang (lada)-nya, selain timah. Muntok White Pepper sudah melanglang buana di Eropa (khususnya Belanda dan Inggris). Menurut Mary F. Somers dalam bukunya "Timah Bangka dan Lada Mentok, Peran Masyarakat Tionghoa dalam Pembangunan Pulau Bangka Abad XVIII s/d Abad XX", menyebutkan bahwa pada abad ke-19, penanaman lada sudah menjadi aktivitas agraris yang penting. Antara 55% dan 60% penduduk Bangka menggantungkan hidup dari tanaman lada.

Share:

Suatu 'Ondergrondse Acties' di Pontianak (Oktober 1946)

Armada Kapal Patroli Belanda yang bersandar di Pelabuhan Pontianak
(Sumber: NIMH Beeldbank)

Keberadaan kaum republiken yang bergerak secara bawah tanah  membuat pusing Pemerintah NICA dan aparatnya. Kerap melancarkan aksi sabotase bahkan hendak merebut Kapal Patroli milik Belanda pada 18 Oktober 1946 di Pontianak. 

Gelora aksi perlawanan kaum republiken terhadap kedudukan NICA di beberapa kota di Kalimantan Barat terjadi mulai bulan Oktober tahun 1946. Laskar Badan Pemberontak Indonesia Kalimantan Barat (BPIKB) pimpinan Mohammad Alianyang berhasil merebut Bengkayang selama sehari pada 9 Oktober 1946. Disusul laskar Gerakan Rakyat Merdeka (GERAM) pimpinan Gusti Muhammad Affandi Rani dan Bardan Nadi beraksi di Ngabang pada 11 Oktober 1946. Seakan tidak ingin ketinggalan dan ingin ikut ambil bagian, kaum-kaum republiken militan di Pontianak juga ingin melakukan hal serupa dengan menciptakan sabotase-sabotase yang menyulitkan NICA dan aparatnya. 

Share:

G.M Affandi Rani, Penguasa Landak yang Memimpin Gerilya

Gusti Muhammad Affandi Rani
mengenakan medali dan Bintang
Mahaputra. (Foto: Tribun Pontianak)
Kekuasaan NICA di Kalimantan Barat yang mencoba mengajak kesultanan-kesultanan atau kaum aristokrat keraton dalam berkooperatif tidak selalu berjalan mulus. Diantaranya ada yang menolak berkuasanya kembali Belanda dalam bentuk apapun. 


Bagi penguasa golongan ini, kemerdekaan Indonesia adalah suatu yang final dan sudah semestinya wilayah mereka melebur bersama RI. Daintara raja-raja tersebut ialah Gusti Muhammad Affandi Rani dari Landak. Di struktur pemerintahan Kesultanan Landak, statusnya sebenarnya ialah Wakil Panembahan. Ia menggantikan Panembahan Gusti Abdul Hamid yang wafat dibantai Jepang pada 1944. Pasca kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, ia diangkat menjadi Wakil Panembahan. Ia terhanyut dalam suasana euforia kemerdekaan bersama pemuda-pemuda republiken kala itu. 
Share:

Jampi Ilmu Padi dalam Manuskrip Durahim bin Tahir

Bagian manuskrip yang
berisi tentang pasal
ilmu padi, disalin oleh
Durahim bin Tahir.
(foto: Suryan)

 Melayu Bangka dalam kehidupan sosial tidak terlepas dengan dunia perjampian dan azimat. Dalam pemahaman orang Bangka, khususnya wilayah Simpang Teritip jampi dipahami sebagai do'a, sedangkan azimat adalah tangkal atau pelindung

Jampi sendiri terbagi menjadi dua jenis, yakni jampi yang baik dan jampi syirik (tidak baik). Jampi sangat erat hubungannya dengan dunia perubatan, karena ia merupakan bagian dari proses dalam berobat itu sendiri. Dalam hal ini penulis tidak membahas tentang perbedaan dua jenis jampi tadi, hal itu terlalu sensitif perbahasannya dan penulis sendiri belum mumpuni untuk menjabarkan itu. Di sini penulis akan menguraikan tentang jampi ilmu (bertanam) padi, yang dikutip dari sebuah manuskrip. Berikut petikan alih aksara dari manuskrip yang beraksara Arab Melayu.
 
"Ini pasal ilmu padi keluar dari dalam kitab 'Syamsul Ma'arif al Kubro' dijampikan kepada benih empat puluh kali waktu mau menurunkan dan empat puluh tatkala tumbuh dan empat puluh tatkala keluar buahnya dan empat puluh tatkala hendak mengetam dan empat puluh tatkala makan nasi baru, bacalah 'ya razzaqu as salamu 'alaikum ya malaikat manja yailu (?)-(mungkin Mikail) salam' yang mayar (bayar-terj) batangnya aku, firman Allah ta'ala akan tukang payar (bayar-terj) aku rizki yang lagi baru ditanam ini minta' sampai banyak keluar buahnya jangan yang lain bikin rusak dan serta keluar kita bari (beri) salam pula satu malaikat "assalamu 'alaikum ya malaikat dzar 'ayail (?)-(mungkin Mikail) 'alaihis salam akulah di firman Allah ta'ala tukang payar (bayar) buah padiku  ini jangan sampai tida' berisi hendak penuh berasnya dengan firman Allah ta'ala 'la ilaha illallah muhammadur rasulullah' dan sedekahnya beras satu pinggan satu maku' duit satu rupiah. (hal 46-47)
 
Dalam kolofon manuskrip halaman 59 ditulis "tersalin pada selesai bulan rumaban (ramadhan) tahun 1391 Hijriyah di Bendul turun Haji Batin Sulaiman - Abdurrahim". Bendul adalah nama tempat komplek perumahan karyawan Tambang Timah Bangka (TTB) kala itu. Bendul sendiri berada di antara wilayah Mayang Kecamatan Simpang Teritip dan dusun Selindung, Desa Air Putih Kecamatan Mentok. Penyalin adalah Abdurrahim yang merupakan nama lengkap dari Durahim bin Tahir yang berasal dari Kampung Peradong. Durahim bin Tahir adalah putra dari pasangan Muhammad Tahir dan Sarijah yang lahir di Peradong pada tanggal 20 November tahun 1922 dan wafat pada tahun 1998 di Kampung Berang. Ia dimakamkan di Kampung Menggarau-Peradong. Ia merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, yakni Abdurrahim, Ramdah, dan Rais. 
 
Tulisan ini ia salin dari Haji (Batin) Sulaiman Peradong, yang merupakan tokoh penyebar Islam di Peradong dan sekitarnya. Durahim sendiri merupakan keturunan ketiga dari Haji Sulaiman melalui jalur anaknya yang perempuan, yakni Siti Rinde/Rinda atau dipanggil Nek Nde (suaminya orang Rajek), kemudian Sarijah dan Durahim. Sebagaimana tertulis dalam naskah tersebut, bahwa itu pasal tentang ilmu padi yang keluar (dikutip) dari kitab 'Syamsul Ma'arif al Kubra', kitab yang merupakan karangan Syekh Ahmad bin Ali bin Yusuf Al-Buni (w. 1225). Beliau adalah ulama, sufi, tokoh ilmu hikmah, serta penulis kitab yang masyhur sekitar abad ke-13 M.
 
Kitab Syamsul Maarif wa Lathoiful Ma`arif termasuk jenis kitab dalam bidang Thibb, yang mencakup Azimat (bacaan khusus semacam mantra) dan Aufaq (kolom-kolom yang berisi angka-angka). Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami memperbolehkan kitab-kitab yang berisi Azimat selama berisi bacaan doa kepada Allah SWT dan tidak berisi asma-asma dalam bahasa non-Arab yang tidak dapat difahami maknanya. Hal ini karena asma-asma bukan bahasa Arab itu dikhawatirkan merupakan nama-nama sesuatu selain Allah SWT, yang jika digunakan dalam berdo'a dapat menimbulkan kemusyrikan. Sedangkan Aufaq menurutnya juga diperbolehkan, sebagaimana dilakukan oleh Imam Al-Ghazali, selama untuk tujuan yang mubah bukan untuk tujuan yang haram. Demikian dikutip dari  H. Mohammad Danial Royyan (pcnukendal.com, 2019).
 
Dalam manuskrip ini dijelaskan perihal jampi ilmu padi yang disebutkan bahwa, ada beberapa bacaan yang harus dijampikan (dibacakan)  pada benih padi manakala hendak diturunkan atau hendak menanam benih dengan jumlah bilangan empat puluh kali. Kemudian ketika ia (padi) mulai tumbuh juga dibacakan dengan bilangan empat puluh. Selanjutnya tatkala padi mulai keluar buahnya, ketika hendak mengetam  (memanen), dan ketika hendak makan nasi baru (beras baru) juga harus dibacakan sebanyak empat puluh kali. Bacaan yang harus disampaikan adalah 'ya razzaqu as salamu 'alaikum ya malaikat manja yailu (?)-(mungkin Mikail) salam' . Lafaz ya razzaqu merupakan lafaz asma Allah yang berarti "Yang Maha Pemberi (rizki)" dilanjutkan dengan salam kepada malaikat Mikail yang merupakan malaikat yang bertugas memberikan rizki kepada seluruh makhluk Allah.
 
Selanjutnya ketika sudah dibayar (diberi) rizki bagi padi yang baru ditanam minta agar tidak sampai bikin rusak sehingga banyak keluar buah padinya, maka berilah (bacalah) salam pada satu malikat "assalamu 'alaikum ya malaikat dzar 'ayail (?)-(mungkin Mikail) 'alaihis salam". Berharap buah padi berisi dan penuh berasnya dengan kalimat 'la ilaha illallah muhammadur rasulullah' . Setelah itu sedekahnya beras satu pinggan (piring), satu maku'  (mangkok), dan duit (uang) satu rupiah (kala itu). Selain hal ini, dalam tradisi lokal, khususnya di wilayah Simpang Teritip ada istilah nugel. Nugel adalah menugal atau melubangi tanah sekira 2-5 cm menggunakan kayu yang ujungnya telah dilancipkan, yang kemudian lubang tesebut untuk diletakkan benih padi.
 
Dalam nugel, ada sebuah tradisi yang disebut dengan ganjel nugel.  Ganjel adalah semacam gotong royong yang dilakukan oleh  beberapa masyarakat setempat  yang dilakukan secara bergilir atau bergantian dari kebun (ladang/huma) satu orang ke yang lainnya hingga selesai habis giliran. Setelah beberapa tradisi ini dilakukan, di bagian akhir ketika hendak memanen, maka ada pula tradisi lokal yang disebut dengan ngetem. Ngetem adalah tradisi memanen yang dilakukan oleh masyarakat tatkala musim panen tiba. Ini dilakukan dengan cara tersendiri dan dengan cara ganjel yang telah dibahas sebelumnya. 

Dalam manuskrip yang lain (koleksi almarhum Durahim bin Tahir) juga disebutkan bahwa tentang perihal menanam tanaman (termasuk padi). manuskrip ini tidak ada halaman penomoran dan tidak diketahui siapa penulisnya. Bagian awal manuskrip ini bertuliskan; “Ini fasal jikalau kita hendak menanam tanaman sebarang (sembarang) tetanaman, maka kita bacakan di atas benih sepuluh kali kemudian maka baru kita tanam padi atau sebarang tanaman yang hendak kita tanam itu lekas jadi Insya Allah ta’ala kelihatlah(?) berkatnya, inilah itinya (inti) yang kita bacakan, Bismillahirrahmanirrahim la tudrikuhul absharu wa huwa yudrikuhul absharu wa huwal lathiful khabir.”
 
Foto bagian manuskrip berisi tentang fasal menanam tanama
koleksi Durahim bin Tahir.
(foto: Suryan)

Sungguh bacaan yang dibacakan pada benih padi tersebut tentu bukan sembarang bacaan, melainkan diambil dari ayat Al-Qur'an surah Al-An'am ayat 103, yang artinya "Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan aialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui". Untuk rahasia mengapa ayat ini digunakan sebagai bacaan kepada benih, penulis belum mengetahui alasan dan sumbernya, yang pasti hal ini diambil dari Al Qur'an dan tentunya mengandung hikmah dan rahasia tersendiri, wallahu a'lam.
 
Share:

Karomah Kewalian Syekh Khatamar Rasyid Bakik

Makam Syekh Khatamar Rasyid Bakik di Bangka.
Foto: Suryan Masrin

Wali-wali penyebar Islam di Nusantara dikenal dianugerahi karomah dari Allah SWT, yang bagi sebagian orang sulit diterima nalar manusia. Salah satunya Syekh Khatamar Rasyid dari Bangka. 

Kekeramatan makam Syekh Khatamar Rasyid Bakik sudah dikenal di pulau Bangka. Setiap tahun selalu dilakukan khaul untuk mengenang wafatnya beliau, tepatnya setiap 10 atau 11 Muharram. Selain khaul, makam Syekh Khatamar Rasyid juga kerap didatangi oleh para peziarah dari berbagai penjuru Pulau Bangka, bahkan juga dari luar pulau tersebut. Termasuk karib kerabat dan keluarga almarhum dari Banjar, yang memang beliau juga kelahiran dan berasal dari tanah itu. Ada yang menyebutkan juga, bahwa beliau masih keturunan dari silsilah Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, selain Syekh Abdurrahman Siddik yang lebih dikenal di Pulau Bangka. 
Share:

Hamengkubuwono IX Jadi Panglima APRIS

PM Mohammad Hatta dan Menteri
Pertahanan Sri Sultan
Hamengkubuwono IX
(Sumber: ANRI)
Ketika RIS berdiri, disepakati pula pembentukan APRIS dimana Panglimanya dapat dirangkap oleh Menteri Pertahanan.

Sejarah panjang Tentara Nasional Indonesia yang tahun ini telah berusia 75 tahun tidak bisa dilepaskan dari metamorfosa kelembagaan hulubalang negara itu dari masa ke masa. Pada saat awal-awal kemerdekan, masih bernama Badan Keamanan Rakyat/BKR (22 Agustus 1945), kemudian berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat/TKR (5 Oktober 1945), Tentara Republik Indonesia/TRI (26 Januari 1946), dan kemudian barulah menjadi Tentara Nasional Indonesia/TNI (3 Juni 1947). Seiring dengan keberhasilan KMB 27 Desember 1949, berdiri Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) dimana menurut perjanjian tersebut TNI akan menjadi intinya.

Share:

Menyoal Keberadaan Dewan Djendral

Karikatur Ilustrasi penghancuran Dewan Djenderal oleh Gerakan 30 September
pada koran Harian Rakyat 2 Oktober 1965. Harian Rakyat masih merupakan
media yang berafiliasi pada PKI.
(Sumber: sindonews.com)

Suatu Dewan yang beranggotakan jenderal-jenderal bukan fiktif. Organisasi kecil itu memang ada dalam Angkatan Darat (AD) waktu itu. Namun, fungsi dan tugasnya berbeda dari yang dihembuskan PKI.

Peristiwa 30 September 1965 yang merenggut nyawa Menteri Panglima Angkatan Darat Jenderal Ahmad Yani dan sejumlah deputinya (wakil) serta seorang perwira menengah (Lettu Pierre Tendean) berawal dari adanya isu Dewan Djenderal (DD) yang dihembuskan oleh Partai Komunis Indonesia. Menurut PKI, di dalam Angkatan Darat terdapat sebuah dewan yang dinamakan Dewan Djendral (DD) yang bertugas menilai dan mengawasi kinerja Presiden Sukarno.
Share: