Bengkulu merupakan satu dari daerah di pantai barat Sumatra yang memiliki nilai historis yang tinggi. Dinamika masyarakatnya memang tidak sedinamis Sumatra Barat, Namun, daerah yang pernah menjadi pusat pemerintahan Inggris di Nusantara dan Asia Tenggara ini memainkan peran penting dalam percaturan politik Indonesia hingga saat ini. Hal ini karena di daerah inilah tokoh Proklamator Kemerdekaan Indonesia bertemu dengan Fatmawati yang kemudian melahirkan “trah” keturunan Bung Karno. Klan ini masih menjadi pesohor yang memiliki semacam keistimewaan (privilige) dalam bidang politik kontemporer Indonesia.
Kompi Syiwa TGP, Penghancur Konvoi Belanda Jalur Madiun
Kendaraan Patroli Belanda yang hancur terkena trekbom (sumber: Pelajar Pejuang TGP 1945-1950) |
Terinspirasi tugas Dewa Syiwa, kompi ini dibentuk untuk menghancurkan konvoi militer Belanda selama revolusi fisik 1946-1949 di sektor Madiun
Oleh: Rifkhi Sulaksmono | Penggiat Sejarah Militer di Surabaya
Kisah melegendanya
Kompi Syiwa TGP dimulai saat Agresi Militer I tanggal 21 Juli 1947. Belanda
menyatakan diri tidak terikat lagi pada Perjanjian Linggarjati. Pada masa itu
Madiun masih menjadi wilayah Republik sehingga banyak kesatuan-kesatuan militer
dan warga sipil yang menjadikan Madiun sebagai basis militer dan tempat
pengungsian penduduk sipil seiring terdesaknya wilayah Republik oleh serbuan
Belanda. Pasukan Siliwangi turut bermarkas di Madiun pasca meletusnya Madiun Affair 1948 dengan misi menumpas pasukan komunis tersebut. Berbagai
gejolak perang antar anak bangsa mewarnai sejarah kota ini.
Diskusi Sejarah dan Launching Majalah Riwajat
Perkembangan sejarah publik di Indonesia saat ini mengalami kemajuan peminat yang cukup besar dengan kehadiran berbagai media dan sarana dalam mempopulerkan sejarah. Mulai dari sekedar diskusi peristiwa sejarah di grup Facebook, hingga merambah ke media sosial. Untuk itulah Riwajat sebagai media sejarah pertama di Kalimantan Barat mencoba untuk mengembangkan sayap dengan menerbitkan majalah.