Ilustrasi Awak Kapal Selam U-Boat Jerman (Dokumentasi: uboatarchive.net) |
Oleh: M. Rikaz Prabowo
Perang Kemerdekaan Indonesia yang bertujuan mempertahankan dan menegakkan kedaulatan RI yang berkecamuk pada tahun 1945-1949 ternyata bukan hanya milik orang bumiputera saja. Setidaknya ada beberapa tentara asing seperti tulisan penulis sebelumnya, dari India, Pakistan, Jepang dan bahkan Belanda yang kemudian membelot/desersi masuk ke dalam kesatuan tentara Republik. Diketahui ada pula jejak tentara Jerman yang masuk bergabung dalam kesatuan tentara Republik. Jumlahnya mungkin tidak banyak, tapi bagaimanapun juga cukup memberikan kontribusi dan sumbangan bagi perjuangan Indonesia melawan penjajah Belanda.
Armada U-Boat Asia Tenggara
Fregattenkapitan Wilhelm Dommes salah satu Komandan armada U-Boat Asia Tenggara. (Dokumentasi: http://alifrafikkhan.blogspot.co.id/) |
Kedigdayaan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II menginvansi negara-negara Eropa dan sekitarnya didukung oleh sederet mesin tempur canggih dan taktik Jenderal-jenderal Hitlter yang brilian, setidaknya hingga tahun 1943. Salah satu yang diandalkan Hitler untuk kejayaan di perairan/laut, ia membangun ratusan kapal selam atau populer disebut U-Boat. U-Boat bukan mesin perang biasa, Hitler sengaja membangun armada kapal selam yang sangat besar karena menurutnya jauh lebih efisien dan efektif daripada membangun kapal Battlecruiser ataupun kapal induk seperti yang dimiliki sekutu. Bagi sekutu U-Boat adalah penyebab sakit kepala selama PD 2 dengan menenggalamkan ratusan ribu ton kapal di lautan atlantik. Kedigdayaan Armada U-Boat Hitler nyaris tidak tertandingi sebelum akhirnya sekutu membangun kekuatan angkatan lautnya dengan memperbanyak kapal selam dan kapal pemburu.
Patut dicatat, Armada U-Boat Jerman dalam Perang Dunia II tidak hanya hadir di lautan Atlantik dan sekitar Laut Mediterrania, namun juga di lautan Asia termasuk Asia Tenggara. Komandan Armada U-Boat Asia Tenggara dipimpin oleh Fregattenkapitan Wilhelm Dommes, selama bertugas di perairan sekitar Asia Tenggara ia telah menenggalamkan 8 kapal musuh. Kehadiran U-Boat di Asia Tenggara mulai marak setelah Jepang berhasil menguasai sub-benua ini pada 1941 hingga 1945. Mengirimkan U-Boat ke Asia sebenarnya hanya alasan politis Jerman saja, sebab lebih diperuntukkan mengangkut barang-barang mentah dari Asia ke Jerman untuk bahan baku perang, sekaligus untuk membantu sekutunya Jepang menghadapi Sekutu. Beberapa pangkalan U-Boat Jerman di Asia Tenggara terletak di Penang (Malaysia), Singapura, dan Jakarta (Indonesia). Akan tetapi sebanyak 42 Kapal Selam Jerman di Asia Tenggara, mendapatkan kebutuhan logistiknya dari wilayah Indonesia. Mulai dari kebutuhan sayuran dan daging didatangkan langsung dari Perkebunan Cikopo, Bogor, yang dimiliki oleh Albert Vehring yang juga orang Jerman.
Pangkalan U-Boat di Asia Tenggara (Dokumentasi: Istimewa) |
Kekalahan Kekuatan Poros 1945
Pada 8 Mei 1945, Nazi Jerman yang di awal-awal Perang Dunia II benar-benar beringas melindas negara-negara Eropa kalah dengan sangat menyedihkan. Emperium 1000 tahun yang dicanangkan Hitler telah musnah dan hanya bertahan dalam 13 tahun (sejak 1933). Mimpi membangun negara Eropa yang dipimpin oleh Jerman gagal total, alih-alih malah pasca PD II Jerman terbagi menjadi 2 negara. Jerman menyatakan gencatan senjata pada 1 Mei 1945 setelah pada tanggal 30 April 1945 Adolf Hitler bunuh diri di bunkernya, barulah pada 8 Mei 1945 Berlin menyatakan menyerah pada sekutu setelah dikepung berbulan-bulan oleh Uni Soviet dan Amerika Serikat.
Euforia kekalahan juga dirasakan para komandan dan awak kapal U-Boat di Asia Tenggara. Banyak dari mereka yang patah semangat, ajakan Jepang untuk meneruskan perjuangan dengan bergabung bersama Nihon Kaigun (AL Jepang) tidak mereka tanggapi. Bahkan awak U-Boat ini banyak yang kemudian pergi ke Perkebunan Cikopo untuk bersembunyi. Hingga menyusul akhirnya Jepang yang menyatakan menyerah pada sekutu pada 14 Agustus 1945. Bulan September 1945 keberadaan awak U-Boat Jerman mulai diketahui sekutu (Inggris) bersembunyi di Cikopo. Inggris segera mengirim sepasukan Gurkha untuk menyerang dan mengevakuasi pasukan AL Jerman tersebut ke Bogor. Hal ini berlangsung lancar dan tanpa perlawan, bahkan mereka kemudian bersedia membantu Inggris dalam mengurusi orang-orang Belanda yang ditawan Jepang.
Hingga Januari 1946, Sekutu yang dipimpin Inggris kemudian memenjarakan sejumlah 206 tentara Jerman di Pulau Onrust, Kepulauan Seribu. Kondisi tahanan di pulau yang sebelumnya digunakan oleh Hindia Belanda untuk rehabilitasi penyakit Lepra ini sangat memperihatinkan. Banyak yang mati karena kelaparan, demam berdarah, hingga malaria. Banyak yang mencoba untuk melarikan diri namun kebanyakan berakhir dengan kegagalan dan ditembak mati. Tercatat hanya ada 2 tentara Jerman yang berhasil melarikan diri dari Onrust, yakni Werner dan Losche.
Bergabung Dengan Pasukan Republik
Informasi tentang keberadaan bekas tentara Angkatan Laut Jerman, kru Kapal Selam U-Boat, yang kemudian bergabung dengan pasukan Republik melawan Belanda memang sangat sedikit. Jika bukan karena penelitian dan memoar dari berbagai orang mungkin perjuangan mereka tidak akan pernah diketahui selamanya. Setidaknya ada 3 nama tentara Jerman yang diketahui membantu perjuangan pasukan Republik, yakni Losche, Werner, dan Her Hufper.
Losche dan Werner merupakan 2 dari 206 tentara AL Jerman yang berhasil kabur dari Penjara Onrust. Setelah berhasil mendarat di Jawa mereka kemudian bergabung bersama Tentara Nasional Indonesia (TNI). Mereka membantu apa saja, mendidik, merakit senjata, hingga ikut berperang. Loshce meninggal saat kecelakaan saat merakit senjata pelontar api (flamethrower) untuk pasukan Republik. Kemudian Werner tidak diketahui secara pasti bagaimana nasibnya, namun berdasarkan penuturan Rahmat Shigeru Ono (serdadu Jepang yang juga memihak Republik), menyaksikan ada seorang instruktur bekas tentara Jerman, saat berada di kamp pelatihan intelejen yang amat rahasia di sekitar Sarangan, Madiun. Barangkali dialah Werner, hal ini semakin dikuatkan oleh Sayidiman Suryohadiprojo yang merupakan lulusan angkatan pertama Akademi Militer di Yogyakarta. Menurutnya saat pendidikan calon perwira TNI di Sarangan terdapat para instruktur Jerman yang mengajarkan bahasa asing (Jerman, Inggris, Perancis) dan pelajaran keterampilan Morse. Diduga Werner lah yang menjadi instruktur dalam mengajarkan keterampilan Morse, mengingat tugasnya sebagai kru U-Boat yang memang harus paham sandi-sandi Morse yang lazim digunakan para pelaut.
Sementara Her Hufper menurut penuturan Sayidiman juga berada di Sarangan merupakan pelatih Jasmani yang baik namun disiplin dan ulet. Ia berhasil mengajarkan kadet Akademi Militer menguasai gerakan-gerakan senam yang sebelumnya hanya bisa dikuasai oleh tentara Belanda. Hufper sendiri diketahui selain sebagai tentara Jerman juga merupakan pelatih senam tim Jepang untuk Olimpiade 1940 yang akhirnya dibatalkan karena Perang Dunia II. Namun apakah hanya ada 3 tentara Jerman yang bergabung bersama TNI? Sumber dari Dinas Intelejen Militer Belanda menyebutkan adanya puluhan tentara Jerman yang kemudian bergabung bersama tentara Republik. Jenderal Simon Hendrik Spoor, Panglima Tentara Belanda terakhir di Indonesia juga menguatkan hal ini. Dalam bukunya Kejayaan dan Tragedi Panglima Tentara Belanda Terakhir di Indonesia karya J.A. de Moor, Spoor menceritakan adanya sepuluhan orang Jerman dalam suatu pertempuran melawan TNI. Tentara Jerman itu memperdengarkan diri dengan jelas di dalam semak namun tanpa pernah secara fisik menampakkan diri.
Sayang sekali tidak ada catatan atau arsip foto ketiga pejuang Jerman tersebut. Semoga hal ini dapat diketahui oleh masyarakat luas dan syukur-syukur dicatat dalam buku pelajaran Sejarah sekolah-sekolah, sebagai penghargaan atas jasa mereka yang rela berpisah ribuan kilometer dari Jerman untuk kemerdekaan Indonesia.
Sumber
Hendi Jo, Jejak Serdadu Jerman di Kaki Pangrango, 2015 -----------, Tentara Jerman dalam Perang Kemerdekaan Indonesia, 2015
Buku:
Eiichi Hayashi, 2011. Mereka Yang Terlupkan, Memoar: Rahmat Shigeru Ono, Bekas Tentara Jepang Yang Memihak Republik, Penerbit Ombak, Yogyakarta
Buku:
Eiichi Hayashi, 2011. Mereka Yang Terlupkan, Memoar: Rahmat Shigeru Ono, Bekas Tentara Jepang Yang Memihak Republik, Penerbit Ombak, Yogyakarta
0 Comments:
Post a Comment