Mendulang Sejarah Emas Kabupaten Gunung Mas

Poros Tambang di sebuah Tambang Emas di Kalimantan

Sumber: collectie.wereldculturen.nl


Oleh: Voka Panthara Barega | Mahasiswa Sejarah Universitas Padjajaran

Pada 1847, Schwaner pernah mengunjungi hulu Sungai Kahayan dan menemui penduduk lokal yang sedang mengeruk pasir di dasar sungai untuk mendapatkan emas. Catatan Schwaner ini menjadi sumber pertama yang merujuk langsung aktivitas pertambangan emas pertama di wilayah Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

Gunung Mas, sebuah nama kabupaten yang terletak di Provinsi Kalimantan Tengah. Kabupaten yang beribukota di Kuala Kurun ini, dikenal dengan isu yang terkait dengan cadangan emasnya yang begitu banyak dan belum tereksplorasi. Akibatnya, kabupaten ini sering memiliki masalah terkait dengan penambang ilegal yang ada di sana. Gunung Mas merupakan wilayah hasil pemekaran dari Kabupaten Kapuas sejak tahun 2002. Dilansir dari gunungmaskab.go.id, pemekaran tersebut tidak terlepas dari “Deklarasi Masyarakat Gunung Mas” tanggal 21 Maret 2001. Isinya menginginkan pembentukan Gunung Mas sebagai sebuah kabupaten, seiring tingginya gelombang reformasi saat itu. Terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 menandai berdirinya Kabupaten Gunung Mas yang dikenal sekarang.

Penggunaan nama Gunung Mas tidak terlepas dari akar historis kabupaten yang terletak di hulu sungai Kahayan ini sendiri. Wilayah ini dikenal sebagai penghasil emas yang eksistensinya sudah ada bahkan sebelum masa penjajahan Belanda.


Asal Mula Gunung Mas
Penduduk asli Kalimantan sudah mengenal emas sejak berabad-abad silam. Posewitz dalam Borneo: it’s Geology and Mineral Resources menyebutkan bahwa emas sudah menjadi komoditas penting di Kalimantan sejak tahun 977. Seorang pangeran dari wilayah Pu-ni (nama yang diberikan oleh Cina untuk wilayah yang sekarang menjadi Kalimantan Barat), memerintahkan rakyatnya untuk menambang emas agar ia dapat mengirimkan hadiah pernikahan untuk Kaisar Cina.

Saat itu, emas hanya bisa didapatkan dengan cara tradisional. Orang Dayak dan Melayu mendapatkan emas dengan cara mendulangnya dari aliran sungai dan endapannya, sedangkan orang Cina menggali tanah agar mendapatkan hasil yang lebih baik. Biasanya yang melakukan pekerjaan ini adalah wanita dan anak-anak, dan dilakukan pada saat musim kemarau di mana sungai sedang surut.

Pada tahun 1847, Schwaner pernah mengunjungi hulu sungai Kahayan. Dalam bukunya Borneo II, ia menemui penduduk lokal yang sedang mengeruk pasir di dasar sungai untuk mendapatkan emas. Selain itu, ia juga mendengar bahwa terdapat jenis burung yaitu burong soho yang dipercaya dapat menemukan tempat yang kaya akan emas. Apa yang ditulis Schwaner ini menjadi sumber pertama yang merujuk langsung aktivitas pertambangan emas pertama di wilayah Gunung Mas.

Selanjutnya, aktivitas pertambangan emas menjadi penting, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran sungai di Kalimantan. Han Knapen dalam buku Forest of Fortune menjelaskan bahwa emas menjadi komoditas penting di Banjarmasin, di mana mereka mendapatkannya dari para penambang emas di hulu kawasan Dayak. Hingga pertengahan abad ke-19, aktivitas pertambangan emas masih belum begitu banyak. Hal tersebut dikarenakan adanya kekhawatiran terhadap penduduk lokal yang saat itu masih melakukan perburuan kepala, dan juga ancaman dari hewan buas seperti buaya.

Berakhirnya Perang Banjar, membuat pemerintah Hindia Belanda semakin giat untuk mengeksplorasi Kalimantan yang masih misterius. Berkat catatan-catatan dari para penjelajah maupun naturalis, mereka dapat menemukan lokasi yang memiliki komoditas yang dapat menguntungkan mereka.

Dalam koran De Sumatra post edisi 21 April 1936, mereka turut membahas mengenai pertambangan emas di kawasan Gunung Mas. Sebelum tahun 1900an, sudah ada beberapa perusahaan yang melakukan pertambangan emas di kawasan Kalimantan Tengah. Perusahaan tersebut diantaranya adalah Mijnbouw Maatschappij Kahajan (Perusahaan Pertambangan Kahayan) yang melakukan pertambangan di kawasan Gunung Mas dan Mijnbouw Maatschappij Pesangoen (Perusahaan Pertambangan Pesangoen) yang melakukan pertambangan di kawasan Bukit Hulu. Kedua perusahaan tersebut merupakan bagian dari Centraal Borneo Goud Maatschappij (Perusahaan Emas Kalimantan Tengah) yang mengelola langsung emas yang ada di Kalimantan Tengah.

Dalam perkembangannya, Perusahaan Kahayan kemudian berhenti pada 1903. Hal tersebut dikarenakan manajemen tambang yang kurang baik, ditambah dengan emas yang dihasilkan tidak sesuai yang diharapkan, tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Kemudian Perusahaan Pesangoen terus bertahan meskipun akhirnya berhenti disebabkan munculnya perkebunan karet sebagai komoditas perekonomian baru di Hindia Belanda.


Puing-puing bangunan sisa tambang Emas
yang ditemuka di Tewah, Gunung Mas 
Sumber: Video Corong Tambang Emas Jaman Belanda dalam YouTube Indra Dewonk

Dalam buku Geografi Budaya Daerah Kalimantan Tengah karya Teras Mihing disebutkan bahwa terdapat aktivitas pertambangan emas yang dilakukan di wilayah Tewah. Hal ini dibuktikan dengan adanya sebuah bangunan bercerobong yang digunakan sebagai tempat pengolahan material tambang menjadi emas. Saat ini, bangunan tersebut tersisa puing-puingnya saja, dan area tambangnya tidak lagi digunakan. Diduga bangunan tersebut dahulunya milik Perusahaan Kahayan atau Pesangoen.

Setelah kemerdekaan Indonesia, aktivitas menambang emas di Gunung Mas mulai kembali dilakukan, meskipun dengan cara tradisional. Dalam tesis Daniel Stapper yang berjudul Artisanal Gold Mining, Mercury and Sediment in Central Kalimantan, Indonesia, pada tahun 1980, terdapat penemuan deposit emas berskala besar di Kalimantan Tengah yang mendorong Perjanjian Kontrak Karya seluas 36 juta ha oleh Pemerintah Indonesia.

Berkat perjanjian tersebut, bermunculan lokasi-lokasi tambang baru yang dibuka oleh perusahaan nasional dan asing, disusul dengan tambang-tambang tradisional yang tidak terhitung jumlahnya. Masalah pun timbul dikarenakan banyak dari tambang tersebut yang ilegal dan tidak memenuhi standar keamanan.

Pada masa reformasi, barulah muncul Kabupaten Gunung Mas sebagai hasil pemekaran wilayah dari Kabupaten Kapuas. Pemilihan nama Gunung Mas sebagai nama kabupaten tidak terlepas dari kisah historis wilayahnya itu sendiri yang menjadi penghasil pasir emas dari sungai Kahayan. Selain itu, nama Gunung Mas sudah ada sejak masa Hindia Belanda untuk merujuk wilayah di kaki Pegunungan Schwaner yang kaya akan batoe kantara (bijih dengan emas yang terlihat).


DAFTAR SUMBER


Buku, Laporan, dan Artikel Jurnal

Knapen, Han. 2001. Forest of Fortune? The environmental history of Southeast Borneo, 1600-1880. Leiden: KITLV Press

Mihing, Teras (ed). 1977-1978. Geografi Budaya Daerah Kalimantan Tengah. Palangka Raya: Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Posewitz, Theodor. 1892. Borneo: it’s Geology and Mineral Resources. London: Edward Stanford

Schwaner, C. A. L. M. 1853-1854. Borneo: Beschrijving Van Het Stroomgebied Van Den Barito En Reizen Langs Eenige Voorname Rivieren Van Het Zuid-oostelijk Gedeelte Van Dat Eiland in de Jaren 1843-1847. Amsterdam: Van Kampen

Stapper, Daniel. 2006. Artisanal Gold Mining, Mercury and Sediment in Central Kalimantan, Indonesia. Thesis University of Victoria


Koran

De Sumatra post. “Goudzoekers in Borneo”. 21 April 1936


Internet

Pemerintah Kabupaten Gunung Mas, “Pembentukan Kabupaten Gunung Mas”, https://gunungmaskab.go.id/index.php/profil/










0 Comments:

Post a Comment