Artis Ario Bayu yang merani tokoh Sultan Agung. (Sumber: festivalfilm.id) |
Judul film: Sultan Agung Tahta, Perjuangan, Cinta
Produser film:
Dr. BRA. Mooryati Soedibyo
Sutradara film:
Hanung Bramantyo
Pemain film:
Ario Bayu, Anindya Kusuma Putri, Marthino Lio, Putri Marino Adinia Wirasti, Christine Hakim, Meriam Bellina, Deddy Sutomo, Lukman Sardi, Teuku Rifnu, Wikana, Asmara Abigail, Hans de Kraker.
Durasi film:
2 Jam , 28 Menit
Penulis Naskah:
Ifan Adriansyah Ismail, BRA. Mooryati Soedibyo, dan Bagas Pudjilaksono.
Produksi film:
Mooryati Soedibyo Cinema.
Negara asal film/bahasa:
Indonesia/Indonesia-Jawa
SINOPSIS FILM
Film yang berjudul “Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta” merupakan sebuah film kolosal dengan latar belakang sejarah Indonesia yang dirilis pada tanggal 23 Agustus 2018. Film ini disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Film ini mengisahkan sosok sultan ketiga dari Kerajaan Mataram Islam yakni Sultan Agung Hanyakrasuma bergelar Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarani al-Jawi.
Sultan Agung memiliki nama asli Raden Mas Jatmika. Ia dilahirkan di Kutagede, Mataram pada tahun 1593 M. Adapun nama lain dari Sultan Agung adalah Raden Mas Rangsang. Beliau merupakan putra dari Prabu Anyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati. Ayah dari Sultan Agung merupakan sultan kedua Mataram Islam.
Sultan Agung merupakan pemimpin besar Mataram Islam yang berpusat di Kutagede, Mataram (sekarang wilayah ini masuk Daerah Istimewa Yogyakarta). Dalam film ini, karakter Sultan Agung diperankan oleh Ario bayu. Perlu diketahui bahwa Sultan agung (Raden Mas Rangsang) merupakan murid disebuah padepokan Jejeran. Saat beliau mengenyam pendidikan disana, tidak ada satupun yang mengetahui bahwa ia sebenarnya adalah anak raja.
Singkat cerita, pada tahun 1613 tersiar kabar bahwa ayah dari Raden Mas Rangsang yakni Prabu Anyakrawati meninggal dunia saat berburu rusa di Hutan Krapyak. Sehingga pihak istana segera mencari pengganti dari sang raja. Semasa hidupnya, sang raja berpesan agar putranya yang bernama Raden Mas Rangsang kelak yang menggantikan posisinya di Mataram Islam. Namun, karena adanya suatu janji maka tahta pun diserahkan kepada putranya yang lain (mengidap kebutuhan khusus) yaitu Raden Mas Wuryah.
Namun sehari setelah penobatan, Raden Mas Rangsang harus segera menggantikan posisi dari Raden Mas Wuryah bergelar Adipati Martapura sebagai pemimpin Kerajaan Mataram Islam. Sehingga demi menjalankan wasiat dari sang ayah, Raden Mas Rangsang terpaksa memutuskan hubungan asmara dengan kekasihnya yaitu Lembayung.
Raden Mas Rangsang naik tahta dengan gelar Sultan Agung Hanyakrasuma, kemudian mendapatkan gelar dari Makkah yaitu Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarani al-Jawi. Sebagai seorang raja baru ia dikenal cerdas, gagah, berani dan melindungi harkat-martabat masyarakat jawa dari injakan kaki pihak VOC/Belanda.
Pada saat itu, pihak VOC memang telah mengadakan kerjasama dengan pihak kerajaan Mataram Islam. Usut punya usut, pihak VOC rupanya mengkhianati perjanjian kerjasama yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Sehingga Sultan Agung memerintahkan seluruh masyarakat Jawa bersiap untuk melakukan penyerangan terhadap pusat pemerintahan VOC di Batavia (sekarang Jakarta).
Pada tanggal 29 Agustus 1628, Sultan Agung beserta pasukannya melancarkan serangan pertama ke Batavia. Saat itu, rakyat Mataram yang sedang berperang mencemari Sungai Ciliwung sebagai sumber air utama di Batavia. Hal ini menyebabkan munculnya wabah kolera di Batavia. Banyak orang Belanda tewas akibat wabah ini tidak terkecuali Gubernur Jenderal VOC J.P.Coen. Dalam film ini digambarkan jika sosok J.P.Coen saat sakit parah akibat wabah kolera, minum ramuan (racun) yang dibuat oleh suruhan Sultan Agung. Setelah minum ramuan tersebut, sang jenderal akhirnya tewas diatas ranjangnya.
ULASAN FILM
Film ini tidak semata-mata mengisahkan tentang Sultan Agung saja. Akan tetapi juga menampilkan sosok wanita tangguh, kuat, mandiri dan pemberani yaitu Lembayung. Dahulu ia merupakan kekasih dari Raden Mas Rangsang yang tidak lain adalah Sultan Agung itu sendiri. Lembayung ikut serta dalam pertempuran melawan pasukan VOC/Belanda. Ia pun berani menaiki benteng pertahanan milik VOC/Belanda di Batavia. Saat pertempuran berlangsung, prajurit VOC/Belanda berhasil tewas akibat panah yang dilepaskan oleh Lembayung menancap di dadanya.
Film yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo ini juga memiliki kekurangan yakni terkait dengan kostum yang digunakan oleh pemain. Aria Bayu yang memerankan sosok Sultan Agung memakai bawahan bermotif batik parang dengan ukuran kecil. Tentunya ukuran ini tidak sesuai dengan adat yang ada di Keraton Yogyakarta. Menurut adat Keraton Yogyakarta seorang raja harus menggunakan kain bermotif parang dengan ukuran 12 cm. sebaliknya dalam film ini, abdi dalem digambarkan menggunakan motif batik parang dengan ukuran besar. Tentunya ini menyalahi adat keraton Yogyakarta.
Kesimpulan Film
Film ini sangat bagus untuk ditonton bagi seluruh kalangan. Apalagi generasi milenial saat ini malas membaca buku berbau sejarah, maka edukasi lewat film ini sangat efektif untuk mengenalkan sejarah perjuangan bangsa kepada mereka.
0 Comments:
Post a Comment