Dari Mendukung Sukarno Hingga Mengasuh Anak Yatim: Sekilas Perjuangan Aisyiyah di Muntok

Panti Asuhan Perwani sudah menjadi kepemilikan Aisyiyah 

(Panti Asuhan Aisyiyah Mentok) tahun 1960an


Oleh: Suryan Masrin | Penulis Sejarah Bangka


Berawal dari persaudaraan antar istri-istri kader Muhammadiyah di Muntok (Bangka), didirikanlah organisasi Aisyiyah di kota itu. Kerap mengunjungi Bung Karno selama pengasingan di Bangka pada 1949, dan setelah itu bergerak di bidang sosial dengan mengelola panti asuhan hasil bergabungnya organisasi Persatuan Wanita Indonesia (Perwani)

Muhammadiyah Hadir ke Pulau Bangka tepatnya pada tahun 1934, dimulai pertama kali dari Sungai Selan. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Drs. H. Kamarudin AK (Lihat Hamdan, dkk, 2020: 26). Penyebaran Muhammadiyah di Sungai Selan dilakukan oleh tokoh ulama Islam bernama Syekh Abu Bakar Aidit pada tahun 1934. Syekh Abu Bakar Aidit sendiri berasal dari negeri Hadrim (Hadramaut), suatu wilayah yang berada di Arab Selatan, yakni negeri Yaman.

Tahun 1937 menjadi titik awal mula masuknya Muhammadiyah ke kota Muntuk (Mentok) dibawa oleh dua orang yang merupakan konsultan timah dan sebagai karyawan perusahaan timah waktu masa kolonial. Selang kurang lebih 2 tahun hadirnya Muhammadiyah di Mentok, sekitar antara tahun 1939-1940 berdasarkan pemberitaan dalam majalah Suara Muhammadiyah edisi Juni 1940, bahwa Mentok, merupakan salah satu cabang Muhammadiyah yang dibagi dalam 2 grup.


Soeara Moehammadijah No 5 Tahun ke XXII, Dj. Awal 1359 (Juni 1940), halaman 125.


Kedua grup itu masing-masing pimpinan Mualim Rusli dan Mualim Ali yang berasal dari Jawa Tengah. Profesi mereka sebagai konsultan dan pegawai perusahaan timah, membuat keduanya menetap di Mentok, hingga akhirnya mereka membuka pengajian bagi masyarakat sekitar. Dalam perjalanannya, semakin banyak masyarakat yang berminat dan ikut dalam pengajian tersebut, maka kemudian Mualim Rusli dan Mualim Ali berpandangan agar perlunya sebuah lembaga pendidikan madrasah sebagai tempat untuk mewadahi pengajian mereka bersama masyarakat. Oleh karena itu, dibentuklah madrasah yang dikenal oleh masyarakat Mentok pada saat itu sebagai Sekolah Arab. Sebutan ini merujuk pada pada sebuah lembaga pendidikan Islam yang menjadi tempat masyarakat Mentok dalam menuntut ilmu agama (Hamdan, dkk, 2020: 125). 

Ketertarikan masyarakat Mentok waktu itu terhadap Muhammadiyah dikarenakan cara pandang  persyarikatan ini yang dianggap modern dan mudah dipahami. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan Sekolah Arab yang mereka kelola saat itu. Perkembangannya begitu pesat dan semakin banyak pula anak didik yang telah menyelesaikan pendidikannya hingga menyebar ke berbagai wilayah. Beberapa alumni Sekolah Arab ini juga ada yang menjadi tokoh Muhammadiyah terkenal di masyarakat.


Rumah Piatu sudah berubah menjadi Panti Asuhan Perwani Mentok, tahun 1950an


Tidak berselang waktu yang lama lahirlah organisasi otonom Muhammadiyah, yakni Aisyiyah. Aisyiyah sendiri berdiri pada tanggal 19 Mei 1917, yang pada awalnya merupakan perhimpunan Sopo Tresno yang berarti siapa suka atau siapa cinta yang diprakarsai oleh oleh istri KH Ahmad Dahlan sendiri, yakni Nyai Walidah.


Di Mentok sendiri belum diketahui secara pasti tahun berapa mulai lahirnya Aisyiyah, namun yang jelas perempuan-perempuan di Mentok kala itu yang merupakan istri dari tokoh Muhammadiyah juga berkecimpung dengan aktfitas suaminya. Pada akhirnya lahirlah pula sebuah panti asuhan Aisyiyah Mentok, sekarang Bangka Barat.


Dari kiri, Ibu Rukilah (ketua Aisyiyah Mentok dan panti asuhan Aisyiyah) dan 

Ibu Rohani Jasin (ketua Perwani dahulu), satunya tidak diketahui namanya 


Sekilas Sejarah Aisyiyah Muntok dan Perjuangannya

Cikal bakal panti asuhan Aisyiyah ini berawal dari rumah piatu, yang kala itu dikelolal oleh organisasi wanita di Mentok, yakni Perwani (Persatuan Wanita Indonesia). Perwani pada waktu itu dipimpin oleh Rohani Jasin istri dari Abang Muhammad Jasin Khalik, seorang tokoh terdidik di Mentok (Seno, 2020: 10). Rohani Jasin selain sebagai ketua Perwani, ia juga merupakan tokoh repuliken di Mentok, yang juga ikut berperan penting bagi tokoh RI yang ditahan di Mentok saat Agresi Militer II pada 1948-1949. Selain itu, ia juga merupakan tokoh Aisiyah (wawancara dengan Yang Harnani, ketua panti asuhan Aisyiyah, September 2022).


Dalam beberapa laporan Belanda di kurun waktu 1948-1949, Perwani berkali-kali disebutkan. Pada dokumen Algemeen Rijksarchief Tweede Afdeling Rapportage Indonesia 144-1950. NR. 536, Sitrap nomor 12, pada tanggal 20 Maret 1949 menyebutkan aktivitas Perwani yang terdiri dari 40 perempuan di mana 15 orang diantaranya dideteksi oleh Belanda sebagai kelompok pendukung republik yang kerap mengadakan kunjungan ke Menumbing bertemu dengan Presiden Soekarno dan para pemimpin RI lainnya.


Dalam sebuah foto dokumen peringatan 3 tahun Rumah Piatu Perwani tanggal 28 November 1948 di atas, menunjukkan bahwa rumah piatu ini telah berdiri sejak tanggal 28 November 1945, artinya 3 bulan setelah proklamasi kemerdekaan RI. Rumah Piatu ini dalam perjalanannya berganti menjadi panti asuhan.


Seiring berjalan waktu sebelum Perwani beku, panti asuhan ini diserahkan kepada Aisyiyah Mentok pada tahun 1968. Setelah kepemilikan Aisyiyah, panti ini masih di tempat yang sama. Hingga pada tahun 1973 panti asuhan ini pindah dari gedung lama (karena akan direnovasi) ke gedung dan tempat yang baru (hibah dari PT Timah) ke arah belakang gedung lama sekitar kurang lebih 150 meter. Pada waktu itu baru ada dua lokal (ruangan) pada tempat yang baru, dan disinilah panti ini hingga sekarang dengan renovasi dan penambahan bangunan baru.



Panti Asuhan Aisyiyah Mentok pada tahun 1970-1980




Pada waktu itu, yang menjadi kepala panti adalah Ibu Hj. Rukilah, anak Mang Kecap (nama gelar) Kampung Ulu, yang memang ia juga sebagai ketua Aisyiyah Mentok pada waktu itu. Ia menjadi kepala panti asuhan Aisyiyah Mentok hingga tahun 1998 dan dilanjutkan oleh Ibu Nungyah (nama gelar) pada tahun 1997/1998 hingga 2002. Kemudian dilanjutkan oleh Ibu Salmanah tahun 2002-2007, lalu dilanjutkan oleh Ibu Sudarmi tahun 2007-2012. Setelah itu tampuk kepala panti dilanjutkan oleh Ibu Yang Harnani dari tahun 2012 hingga sekarang. Secara umum masa kepemimpinan panti selama 5 tahun.


Panti Asuhan Aisyiyah Muntok saat ini 


Catatan: Dituangkan dari hasil wawancara bulan September dan pengayaan referensi (bahan bacaan) selesailah tersalin pada tanggal 14 Oktober 2022 di dusun IV,  Belo Laut.

0 comments:

Post a Comment