Perkembangan Islam di Era Awal Kenabian Muhammad SAW 622 M

Lukisan Ka'bah di Kota Mekah, Arab Saudi, pada abad pertengahan
(Sumber: https://www.middleeasteye.net/) 

Hana Nur Hanifah | Mahasiswa Pendidikan Sejarah IKIP PGRI Wates


Periode tiga tahun pertama dakwah dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Nabi Muhammad SAW mulai melaksanakannya dilingkungan keluarga, mula-mula istri beliau yaitu Khadijah, yang menerima, selanjutnya Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar Asshiddiq sahabat beliau, Zaid bin Tsabit bekas budak beliau. Disamping itu juga banyak orang yang masuk Islam menggunakan perantaraan Abu Bakar yang terkenal dengan julukan Assabiqunal Awwalun (orang-orang yang lebih dahulu masuk Islam).


Allah SWT mengutus Muhammad untuk menjadi Nabi dan Rasul yang terakhir, beliau sebagai contoh bagi umat manusia dipenjuru dunia. Nabi Muhammad SAW mempunyai pribadi yang multi kompleks, beliau memiliki wawasan yang luas, sekalipun beliau seseorang yang awalnya tidak bisa membaca. Nur Syam dalam Islam Peradaban: Dimensi Normatif Dan Histori mengungkapkan Nabi Muhammad SAW merupakan sosok yang mampu mempersatukan masyarakat Arab yang awalnya terpecah-pecah menjadi masyarakat madani yang tentram serta dinamis. Penyebab perpecahan pada masyatrakat arab tersebut disebabkan karena adanya perangan antar suku yang mempunyai ideology berbeda-beda (2016: 9). Selain itu, masyarakat Arab hidupnya mengalami kediktatoran dan ketidakadilan dalam penegakan hukum.

Sebelum Islam berkembang di Arab, masyarakatnya menyembah berhala yang dibuat secara turun temurun. Kebiasaan tersebut berubah ketika Islam masuk. Kehadiran Nabi Muhammad SAW di tengah masyarakat Arab menjadi pengalaman baru di dimensi ketuhanan yang mempengaruhi segala aspek kehidupan rakyat, termasuk hukum-hukum yang digunakan pada masa itu. Keberhasilan Nabi Muhammad dalam memenangkan agama bangsa Arab relatif singkat. Kemampuannya dalam memodifikasi jalan hidup orang-orang Arab yang sebelumnya (jahiliyah) ke jalan orang-orang yang bermoral (Islam).

Ketika berdakwah Nabi Muhammad SAW tidak hanya memakai aspek kenabiannya dengan tablig tetapi juga memakai taktik politik dengan memunculkan aspek-aspek keteladanannya dalam menuntaskan masalah, seperti dakwah di Mekkah yang dibagi menjadi dua yaitu dakwah secara diam-diam dan secara terbuka. Adanya taktik ini menyerukan umat manusia untuk beribadah kepada Allah SWT. Walaupun dalam menjalankan perintah  Allah, nabi mendapatkan banyak tantangan dari aneka macam pihak, tetapi atas izinnya segala hal yang dilakukan Nabi berjalan lancar.

Semakin bertambah banyak jumlah pengikut Nabi, maka semakin besar pula tantangan yang harus dihadapi. Mulai dari cara politik di sertai bujuk rayu hingga kekerasan yang dilancarkan orang-orang Quraisy untuk menghentikan dakwah Nabi Muhammad SAW. Namun Nabi tetap pada pendiriannya untuk menyiarkan Islam.

Sistem pemerintahan secara strategi politik Nabi dapat dilihat jelas sesudah terbentuknya negara Madinah. Islam semakin kuat serta berkembang sebab bersatunya visi serta misi masyarakat Islam. Salah satunya yaitu Piagam Madinah dimana diperkenalkan konsep negara yang diwarnai dengan wawasan, partisipasi, adanya konsep kebebasan serta tanggung jawab sosial politik secara bersama-sama. Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa, Rasulullah hijrah ke Madinah pada tahun 622 M. Dua aktifitas yang dilakukan setibanya di Madinah yaitu mendirikan Masjid Quba dan kota Madinah. Hijrah merupakan titik balik dari karir beliau. Nabi Muhammad SAW, mempunyai pengaruh yang mendalam dan mempunyai pengikut.

  

Periode Sebelum Kenabian

Siti Zubaidah dalam Sejarah Peradaban Islam mengungkapkan kondisi politik bangsa Arab pra-Islam, hidup bersuku-suku (kabilah-kabilah) serta independen. Satu sama lain kadang bermusuhan. Tidak mengenal rasa ikatan nasional, namun hanyalah ikatan kabilah. Dasar hubungan dalam kabilah itu artinya pertalian darah. Rasa ashabiyah (kesukuan) amat kuat dan mendalam pada mereka, sehingga bilamana terjadi salah seorang di antara mereka teraniaya maka semua anggota kabilah itu akan bangkit membelanya. Semboyan mereka “tolong saudaramu, baik dia menganiaya atau dianiaya“. Pada hakikatnya kabilah-kabilah ini mempunyai pemuka-pemuka yang memimpin. Kabilah adalah pemerintahan kecil yang asas eksistensi politiknya yaitu kesatuan fanatisme, adanya manfaat secara timbal balik untuk menjaga daerah dan menghadang musuh dari luar kabilah (2016: 9-10).

Kedudukan pemimpin kabilah di tengah kaumnya, seperti seorang raja. Anggota kabilah harus mentaati pendapat atau keputusan pemimpinnya, baik itu seruan damai ataupun perang. Memiliki kewenangan hukum serta otoritas pendapat. Sehingga adakalanya jika seorang pemimpin marah, sekian ribu mata pedang ikut bicara. Kekuasaan yang berlaku saat itu adalah sistem diktator. Banyak hak yang terabaikan. Rakyat bisa diumpamakan menjadi ladang yang wajib mendatangkan hasil serta memberikan pendapatan bagi pemerintah. Para pemimpin menggunakan kekayaan itu untuk foya-foya mengumbar syahwat, bersenang-senang, memenuhi kesenangan serta kesewenangannya. Sedangkan rakyat dengan kebutaan semakin terpuruk serta dilingkupi kezhaliman dari segala sisi.

Siti Zubaidah juga mengungkapkan kondisi masyarakat pada kalangan bangsa Arab terdapat beberapa kelas masyarakat yang kondisinya berbeda antara yang satu dengan yang lain. Hubungan seorang keluarga di kalangan bangsawan sangat diunggulkan serta diprioritaskan, dihormati serta dijaga sekalipun harus menggunakan pedang yang terhunus serta darah yang tertumpah. Bila seorang ingin dipuji serta menjadi terpandang di mata bangsa Arab karena kemuliaan serta keberaniannya, maka beliau wajib banyak dibicarakan kaum wanita, karena jika seorang wanita menghendaki, maka beliau bisa mengumpulkan beberapa kabilah untuk suatu perdamaian ataupun perang Meskipun begitu, seorang laki-laki tetap dianggap sebagai pemimpin di tengah keluarga, yang tidak boleh dibantah serta setiap perkataannya harus dituruti. Hubungan laki-laki dan wanita harus melalui persetujuan wali wanita. Wanita diperjualbelikan serta kadang-kadang diperlakukan layaknya benda mati. Hubungan di tengah umat sangat rapuh serta gudang-gudang pemegang kekuasaan dipenuhi kekayaan yang berasal dari rakyat, atau sesekali rakyat dibutuhkan untuk menghadang serangan musuh.

Kepercayaan bangsa Arab sebelum lahirnya Islam, mayoritas mengikuti dakwah Isma’il Alaihis-Salam, yaitu menyeru kepada agama bapaknya Ibrahim Alaihis-Salam yang intinya menyeru menyembah Allah, mengesakannya, serta memeluk agamanya. Waktu terus bergulir sekian lama, sehingga banyak di antara mereka yang melalaikan ajaran yang pernah disampaikan kepada. Meskipun begitu masih ada sisa-sisa tauhid serta beberapa syiar dari agama Ibrahim, hingga muncul Amr Bin Luhay (Pemimpin Bani Khuza’ah). Beliau tumbuh menjadi orang yang dikenal baik, mengeluarkan shadaqah dan peduli terhadap urusan-urusan agama, sehingga semua orang mencintainya serta hampir-hampir mereka menganggapnya sebagai ulama besar serta wali yang disegani.

Kemudian Amr Bin Luhay melakukan perjalanan ke Syam. Disana beliau melihat penduduk Syam menyembah berhala dan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang baik dan benar. Sebab menurutnya, Syam adalah tempat para Rasul dan kitab. Maka beliau pulang sambil membawa Hubal dan meletakkannya di Ka’bah. Kemudian beliau mengajak penduduk Mekkah untuk membuat persekutuan terhadap Allah. Orang-orang Hijaz pun banyak yang mengikuti penduduk Mekkah, karena dianggap sebagai pengawas Ka’bah dan penduduk tanah suci dan masih banyak tradisi penyembahan yang dilakukan terhadap berhala-berhalanya, berbagai macam yang beliau perbuat demi keyakinan rakyat pada saat itu. Bangsa Arab berbuat seperti itu terhadap berhala-berhalanya, dengan disertai keyakinan bahwa hal itu dapat mendekatkan kepada Allah SWT serta menghubungkan mereka kepadanya, serta memberikan manfaat di sisinya.

Selain itu, orang-orang Arab juga mempercayai pengundian nasib dengan anak panah di hadapan berhala Hubal. Orang Arab juga percaya kepada perkataan peramal, orang Pintar serta ahli nujum. Dikalangan orang Arab terdapat juga yang percaya dengan ramalan nasib sial dengan sesuatu. Ada juga yang percaya bahwa orang yang meninggal terbunuh, jiwanya tidak tenteram bila dendamnya belum dibalaskan, ruhnya bisa menjadi burung hantu yang berterbangan di padang seraya berkata, ”berilah aku minum, berilah aku minum!” jika dendamnya sudah dibalaskan, maka ruhnya akan menjadi tentram. Meskipun masyarakat Arab jahiliyah seperti itu, masih ada sisa-sisa dari agama Ibrahim serta mereka sama sekali tidak meninggalkannya, seperti pengagungan terhadap ka’bah, thawaf di sekelilingnya, haji, umrah, wuquf di Arafah dan Muzdalifah.

Semua gambaran agama serta kebiasaan ini adalah syirik dan penyembahan terhadap berhala menjadi aktivitas sehari-hari, keyakinan terhadap khayalan serta khurafat selalu menyelimuti kehidupan mereka. Begitulah agama serta kebiasaan mayoritas bangsa Arab masa itu. Sementara sebelum itu sudah ada agama Yahudi, Masehi, Majusi, dan Shabi’ah yang masuk ke dalam masyarakat Arab, tetapi itu hanya sebagian kecil dianut oleh penduduk Arab, karena kemusyrikan serta penyesatan aqidah terlalu berkembang pesat. Itulah agama-agama serta tradisi yang ada saat detik-detik kedatangan Islam. Tetapi agama-agama itu sudah banyak disusupi penyimpangan serta hal-hal yang merusak. Orang-orang musyrik yang mengaku pada agama Ibrahim, justru keadaannya jauh sama sekali dari perintah dan larangan syari’at Ibrahim. Orang musyrik mengabaikan tuntunan-tuntunan mengenai akhlak mulia. Kedurhakaan tak terhitung banyaknya, dengan seiring berjalannya waktu, masyarakat berubah menjadi para paganis, dengan tradisi serta kebiasaan yang menggambarkan berbagai macam khurafat dalam kehidupan agama, lalu berimbas ke kehidupan sosial, politik dan agama.

Kehadiran Nabi Muhammad SAW di masyarakat Arab ialah terjadinya kristalisasi pengalaman baru pada dimensi ketuhanan yang mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat, termasuk aturan-aturan yang dugunakan pada waktu itu. Keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam memenangkan kepercayaan bangs Arab pada waktu yang relatif singkat, kemampuannya dalam memodifikasi jalan hidup orang-orang Arab. Sebagian dari nilai budaya Srab Pra-Islam, buat beberapa hal diubah serta diteruskan oleh rakyat Muhammad dalam tatanan moral Islam.

Di usia muda, Nabi Muhammad hidup menjadi pengembala kambing keluarganya dan kambing penduduk Mekah. Melalui kegiatan pengembala ini Nabi menemukan tempat untuk berpikir dan merenung. Kegiatan ini membuatnya jauh dari segalah nafsu duniawi, sehingga beliau terhindar dari berbagai macam noda yang bisa merusak namanya. Oleh karena itu sejak muda Nabi sudah dijuluki al-amin (orang yang terpercaya ). Pada usia baru beranjak 12 tahun Nabi Muhammad melakukan perjalanan (perjuangan) untuk pertama kali dalam khafilah dagang ke Suriah (Syam). Khafilah itu di pimpin oleh Abu Thalib. Pada perjalanan ini di Bushra sebelah Selatan Suriah beliau bertemu dengan pendeta Kristen bernama Buhairah. Pendeta ini melihat tanda-tanda kenabian Nabi Muhammad sesuai dengan petunjuk cerita-cerita Kristen.

Saat Nabi Muhammad berusia 25 tahun, beliau berangkat ke Suriah membawa barang dagangan seorang saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda, Khadijah. Di perdagangan ini, Nabi Muhammad memperoleh untung yang sangat besar. Khadijah kemudian melamar Nabi, ketika itu Nabi Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun. Khadijah merupakan wanita pertama yang masuk Islam serta banyak membantu Nabi dalam perjuangan menyebar Islam. Perkawinan Nabi dengan Khadijah dikaruniai enam orang anak dua putra dan empat orang putri yaitu: Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayah, Ummu Kulsum dan Fatimah. Dua putranya meninggal ketika kecil. Nabi Muhammad tidak menikah lagi hingga Khadijah meninggal saat Nabi Muhammad berusia 50 tahun.

Ketika Nabi Muhammad SAW berusia 35 tahun, ada peristiwa penting yang menunjukkan kebijaksanaan Nabi Muhammad. Saat itu bangunan Ka’bah rusak berat. Perbaikan Ka’bah di lakukan secara gotong royong. Para penduduk Mekkah membantu perkerjaan itu dengan suka rela. Tetapi pada waktu terakhir, saat pekerjaan tinggal mengangkat dan meletakkan Hajar Aswad di tempatnya semula, timbul perselisihan. Setiap suku merasa berhak melakukan tugas terakhir dan terhormat itu. Perselisihan semakin memuncak namun, akhirnya para pemimpin Quraisy sepakat bahwa orang yang pertama masuk Ka’bah melalui pintu Shafa akan di jadikan hakim untuk memutuskan masalah ini, ternyata orang yang pertama masuk ialah Nabi Muhammad. Beliau pun akhirnya di percaya menjadi hakim. beliau lantas membentangkan kain dan meletakkan hajar aswad di tengah-tegah, kemudian meminta kepada seluruh kepala suku memegang tepi kain dan mengangkatnya bersama-sama. Setelah sampai pada ketinggian tertentu, Nabi Muhammad kemudian meletakan batu itu di tempat semula. Dengan demikian perselisihan bisa di selesaikan dengan bijaksana serta seluruh kepala suku merasa puas dengan cara penyelesaian 


Islam Masa Rasulullah Periode Mekkah 

Machfud Syaifudin dalam Dinamika Peradaban Islam mengungkapkan pada periode Makkah, Nabi Muhammad SAW lebih menitikberatkan pembinaan moral serta akhlak dan tauhid kepada masyarakat Arab yang bermukim di Mekkah. Menurut catatan sejarah bahwa sebelum agama Islam datang masyarakat Mekkah merupakan penyembah berhala, ada kurang lebih 360 patung berhala, kepercayaan lain yakni menyembah api (zoroaster), penyembah hewan dan langit, penganut Yahudi juga ada. Zaman sebelum datangnya Islam disebut Zaman Jahiliyah (2013: 4). Masa penyebaran risalah yang dibawa Nabi Muhammad SAW pada awalnya disampaikan secara sembunyi-sembunyi, sesudah menerima wahyu yang pertama beliau segera pulang ke rumah serta memberitahukan informasi ini kepada istrinya. Pada periode tiga tahun pertama dakwah Islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Nabi Muhammad SAW mulai melaksanakan dakwah Islam dilingkungan keluarga, mula-mula istri beliau sendiri yaitu Khadijah, yang menerima dakwah beliau, selanjutnya Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar Asshiddiq sahabat beliau, Zaid bin Tsabit bekas budak beliau. Disamping itu juga banyak orang yang masuk Islam menggunakan perantaraan Abu Bakar yang terkenal dengan julukan Assabiqunal Awwalun (orang-orang yang lebih dahulu masuk Islam), beliau tersebut ialah Utsman bin Affan, Zubair bin Awwan, Saad bin Abi Waqas, Abdur Rahman bin ‘Auf, Thalhah bin Úbaidillah, Abu Úbaidah bin Jarrah, dan Al Arqam bin Abil Arqam.

Setelah memperoleh kelancaran dakwah secara bersembunyi-sembnyi kemudian Nabi melanjutkan dakwah secara terang-terangan. Tetapi dakwah yang dilakukan beliau tidak mudah, karena mendapat tantangan dari kaum kafir Quraisy. Hal tersebut timbul karena beberapa faktor, yaitu:

a.       Masyarakat Quraisy tidak bisa mambedakan antara kenabian serta kekuasaan.

b.      Nabi Muhammad saw menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya.

c.       Para pemimpin Quraisy tidak mau percaya serta tidak mau mendaptkan ajaran tentang kebangkitan kembali saat pembalasan di akhirat.

d.      Taqlid kepada nenek moyang adalah norma yang mengakar di bangsa Arab.

e.       Pamahat serta penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rejeki

Fatah Syukur dalam Sejarah Peradaban Islam mengungkapkan  selain tauhid, Nabi juga mengajarkan Al Qur’an kepada umatnya secara utuh dan sempurna menjadi milik umatnya yang selanjutnya akan menjadi warisan secara turun temurun, dan menjadi pegangan dan pedoman hidup bagi kaum muslimin sepanjang zaman (2009:26). Islam semakin berkembang sesudah Umar bin Khattab masuk Islam serta melindungi Islam dari kaum Quraisy. Dengan masuknya Umar kedalam Islam membuat kedudukan Quraisy menjadi lemah, perkembangan dakwah Nabi Muhammad SAW pun semakin bebas dan leluasa. Akan tetapi tetap saja kerasnya hati para pemuka suku Quraisy di Mekkah membuat Nabi memutuskan untuk hijrah.

Peta Penyebaran Islam di era awal
(Sumber: mapshop.com)


Islam Masa Rasulullah Periode Madinah

Al-Qur’an merupakan intisari serta ajaran utama dari ajaran Islam yang disampaikan Nabi Muhammad SAW kepada umat. Seluruh yang di sampaikan oleh Rasulullah kepada umatnya ialah berdasarkan Al-Qur’an. Bahkan dikatakan pada sebuah hadits, bahwa akhlak rasul adalah Al-Qur’an. Apa yang dicontohkan rasul ialah cermin isi Al-Qur’an. Sehingga jika umat Islam mau berpegang teguh kepada Al-Qur’an serta hadits Nabi, maka dijamin mereka tidak akan tersesat.

Pada periode di Madinah diawali dengan sejumlah penduduk Yastrib datang ke Mekkah untuk berhaji, mereka terdiri dari suku Aus dan Khazraj yang masuk Islam dalam tiga golongan:

a.   Di tahun ke-10 kenabian. Hal ini berawal dari pertikaian antara suku Aus serta Khazraj, dimana mereka mendambakan perdamaian.

b.  Di tahun ke 12 kenabian. Delegasi Yastrib (10 orang suku Khazraj, 2 orang Aus serta seorang wanita) menemui Nabi disebuah kawasan yang dinamakan Aqabah dan melakukan ikrar kesetiaan yang dinamakan Aqabah pertama, yaitu yang berisi Mereka akan berjanji tidak akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak, tidak akan memfitnah dan tidak akan mendurhakai Nabi Muhammad saw. Saat mereka kembali ke Yastrib, Nabi mengutus Mus’ab ibn Umair untuk mengajarkan Islam diantara mereka.

c.     Di tahun ke-13 (622), jama’ah haji Yastrib berjumlah 73 orang, atas nama penduduk Yastrib mereka meminta Nabi untuk pindah ke Yastrib, mereka berjanji untuk membela Nabi. Lalu juga mengadakan perjanjian yang dinamakan perjanjian Bai’ah Aqabah II, yaitu mereka berjanji akan membela Nabi baik menggunakan jiwa maupun raga, serta mengangkat menjadi pemimpinya. Sebagian dari mereka menginginkan supaya Nabi hijrah ke Yatrib supaya membantu mendamaikan suku-suku yang sering bertikai.

           

Setelah mengetahui perjanjian tadi, orang kafir Quraisy melakukan tekanan serta intimidasi lebih kejam lagi terhadap kaum muslimin. sebab hal inilah, akhirnya Nabi memerintahkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Yastrib. Dalam waktu dua bulan, sekitar 150 orang sudaah meninggalkan kota Mekkah. Hanya Ali dan Abu Bakar yang tetap bersama Nabi Muhammad SAW, akhirnya Nabi pun hijrah ke Yastrib ditemani Abu Bakar, sebab kafir Quraisy telah merencanakan pembunuhan terhadap Nabi Muhammad SAW.


Kota Yatsrib sesudah hijrah Rasulullah kesana menjadi pusat Islam serta kaum muslimin serta terkenal dengan sebutan Madinatun Nabi (Kota Nabi) seperti yang kita kenal kini menggunakan nama Madinah atau Al Madinah Al-Munawwarah. Kaum muslimin sudah menjadikan tahun kepindahan Rasulullah ini sebagai permulaan tahun bagi mereka serta menjadikan peringatan atas peristiwa tersebut. Di periode ini ditandai dengan sosialisasi awal berbagai sisi lain syariah Islam berupa peribadatan (ubudiyah), seperti shalat, puasa, zakat, serta haji. Termasuk juga disosialisasikan selama periode ini konsep jihad fi sabilillah (berjuang di jalan Allah). 


Islam merupakan kepercayaan dan sudah sepantasnya bila dalam negara di letakan dasar-dasar Islam maka turunlah ayat-ayat Al-Qur’an pada periode ini untuk membangun legalitas dari sisi-sisi tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah dengan perkataan serta tindakannya hiduplah kota Madinah dalam sebuah kehidupan yang mulia serta penuh dengan nilai-nilai utama. Terjadi sebuah persaudaraan yang jujur serta kokoh, terdapat solidaritas yang erat di antara anggota masyarakatnya. Dengan demikian berarti bahwa inilah rakyat Islam pertama yang dibangun Rasulallah dengan asas-asasnya yang abadi.


Rasulullah membangun tempat-tempat ibadah yang selain di dalamnya bertujuan untuk ibadah namun juga untuk mempersatukan kaum muslimin dengan musyawarah dalam merundingkan persoalan-persoalan yang dihadapi. Selain itu sebagai pusat pemerintahan yang mempersaudarakan kaum muhajirin serta anshar. Persaudaraan di harapkan bisa mengikat kaum muslimin dalam persaudaraan serta kekeluargaan. Rasulullah juga membentuk persaudaraan yang baru yaitu persaudaraan seagama, di samping persaudaraan yang sudah terdapat sebelumnya, yaitu bentuk persaudaraan berdasarkan darah. Membentuk persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam serta membentuk pasukan tentara untuk mengantisipasi gangguan-gangguan yang dilakukan oleh musuh, dengan hijrahnya Rasul ke Madinah komposisi penduduk disana menjadi tiga kelompok yaitu :

a. Kaum Muhajirin. Mereka ialah orang-orang Mekkah yang pindah ke Madinah demi menyelamatkan agamanya.

b.      Kaum Anshar, mereka ialah penduduk asli Madinah yang masuk Islam terdiri atas rakyat suku Aus dan Khazraj. Mereka dinamai Anshar sebab menjadi penolong Nabi Muhammad SAW atas orag-orang musyrik Quraisy.

c.    Kaum Yahudi di Madinah. Diantara hal yang dilakukan Nabi pada masa awal di Madinah yakni mempersaudarakan antara kaum Muhajirin serta kaum Anshar serta mengikat perjanjian damai antara kaum muslimin dengan orang-orang Yahudi yang berada di Madinah. Asas persamaan dalam Islam sangat membantu Rasulullah dalam menyatukan rakyat Madinah serta kaum muslimin bangsa Arab waktu itu dengan segala perbedaan yang menjadi pangkal kekuatan.

Rasulullah membangun tempat-tempat ibadah berupa Mesjid yang selain didalamnya bertujuan untuk ibadah namun juga untuk mempersatukan kaum muslimin dengan musyawarah dalam merundingkan persoalan-persoalan yang dihadapi. Selain itu sebagai pusat pemerintahan yang mempersaudarakan kaum Muhajirin serta Anshar.Keberhasilan yang dibangun Nabi Muhammad SAW di Madinah. 

Keberhasilan Rasulullah dengan adanya Perjanjian Damai di Madinah yakni:

a.    Berhasil mempersatukan sesama kaum muslimin dengan menjadi umat yang satu karena Islam.

b. Berhasil menggalang kerjasama dan rasa kesetiaan yang dilandasi oleh perilaku mengutamakan hubungan agama dari pada hubungan lain.

c.   Berhasil menanamkan kesadaran pada kaum muslimin bahwa menjadi suatu kelompok atau jamaah ialah mempunyai kepribadiaan agamis.

d.  Berhasil menerapkan syarat bagi orang-orang Yahudi berupa persamaan hak bersama kaum muslimin dalam kepentingan umum serta membuka pintu bagi yang mau masuk Islam.     

Rasulullah membangun tempat-tempat ibadah berupa Mesjid yang selain didalamnya bertujuan untuk ibadah namun juga untuk mempersatukan kaum muslimin dengan musyawarah dalam merundingkan persoalan-persoalan yang dihadapi. Selain itu sebagai pusat pemerintahan yang mempersaudarakan kaum Muhajirin serta Anshar.

0 comments:

Post a Comment