Mochtar Kusumaatmadja, Diplomat Pembuka Jalan Damai Kamboja-Vietnam

Menlu Mochtar Kusumaatmadja pada sebuah kesempatan di Jakarta, 1985
(Sumber: Wibowo Sumaji via datatempo.co)


Oleh: Voka Panthara Barega | Penulis Sejarah di Bandung


Berkat usulan Mochtar, konflik antara Kamboja dengan Vietnam berhasil menuju gerbang perdamaian sekitar tahun 1980an. Menjadi salah satu peran penting Pemerintah Indonesia dalam menjaga stabilitas di Asia Tenggara.


Siapa yang tidak mengenal Mochtar Kusumaatmadja? Seorang tokoh bangsa yang tidak terlupakan dalam pengembangan hukum internasional di Indonesia. Beliau merupakan tokoh yang dikenal sebagai konseptor “Wawasan Nusantara” dalam Deklarasi Djuanda pada tahun 1957 yang sering ditemukan dalam buku pelajaran di sekolah.

Saat ini, Mochtar Kusumaatmadja tengah diajukan sebagai calon pahlawan nasional yang berasal dari Jawa Barat. Salah satunya yang menjadi ikonik adalah perubahan nama Jalan Layang Pasupati di Kota Bandung menjadi Jalan Layang Mochtar Kusumaatmadja oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi dan jasa yang diberikan oleh beliau bagi Indonesia semasa hidupnya.

Salah satu peranan yang menonjol dari Mochtar Kusumaatmadja adalah keterlibatannya dalam penyelesaian konflik antara Kamboja dan Vietnam. Usulan beliau terkait dengan pelaksanaan “cocktail party”, menjadi gerbang menuju jalan perdamaian antara Kamboja dengan Vietnam di tengah konflik antara keduanya yang terus memanas.


Panasnya Konflik Kamboja-Vietnam

Meletusnya Perang Kamboja-Vietnam pada tahun 1979 membuat stabilitas negara-negara di kawasan Asia Tenggara menjadi terancam. Perang tersebut terjadi sebagai buntut kemenangan Vietnam atas Amerika Serikat pada tahun 1975, serta adanya upaya Vietnam untuk menyatukan seluruh kawasan Indochina di bawah kekuasaannya.

Dalam perang ini, Vietnam didukung oleh Laos dan Republik Rakyat Kampuchea, berhadapan dengan Demokratik Kamboja yang didukung oleh Khmer Merah dan juga Koalisi Pemerintah Kamboja Demokratis. Akibat dari perang ini, banyak penduduk sipil yang menjadi korban jiwa, dan kehilangan seluruh harta bendanya.

Dalam buku Rekam Jejak Kebangsaan yang ditulis oleh Nina Pane, pada pertemuan khusus para Menteri Luar Negeri ASEAN di Jakarta pada 1984, diputuskanlah bahwa Indonesia dalam hal ini Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Mochtar Kusumaatmadja bertindak sebagai rekan berunding dari pihak ASEAN dengan Vietnam guna memecahkan masalah Kamboja.

Alasannya, Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan Vietnam. Hal ini ditandai dengan kunjungan Perdana Menteri Vietnam, Pham Van Dong ke Jakarta pada September 1978. Selain itu, Mochtar Kusumaatmadja dipandang sebagai tokoh yang ideal dalam kasus ini karena kemampuan diplomasinya unggul, serta prestasinya menangani permasalahan-permasalahan yang terkait dengan ASEAN. Mochtar Kusumaatmadja kemudian mengusulkan cocktail party sebagai cara penyelesaian konflik Kamboja-Vietnam secara damai.

Cocktail party atau pesta koktail pada umumnya diselenggarakan untuk hubungan bisnis atau menjalin jejaring sosial. Dalam hubungan kenegaraan, cocktail party biasa diselenggarakan sebagai bentuk pertemuan informal antara diplomat untuk mempererat hubungan antara pribadi dan negara.

Dalam kasus ini, Mochtar Kusumaatmadja mengadakan cocktail party untuk membentuk suatu forum yang mempertemukan pihak-pihak berselisih, yaitu Vietnam dan beberapa kelompok yang bertikai asal Kamboja. Salah satu tujuan utama dari cocktail party ini adalah untuk menyelesaikan masalah dengan lebih jernih dan juga tenang, tanpa suasana tegang dan kaku yang sama halnya dengan pertemuan formal.

Dijelaskan dalam artikel A Selective, Annotated Bibliography on Current Indochinese Issues yang ditulis oleh Tuyet Cosslett, cocktail party ini sempat mendapat penolakan dari pihak berselisih. Selain itu cocktail party ini pun dianggap tidak akan mampu menyelesaikan masalah yang terjadi, mengingat kedua belah pihak sama-sama tidak ingin dipertemukan. Berkat lobi-lobi yang dilakukan oleh Mochtar Kusumaatmadja dan rekan-rekannya, akhirnya masing-masing pihak dapat menyampaikan apa yang menjadi hal memberatkan bagi mereka.

Pihak Mochtar Kusumaatmadja sendiri sudah mencatat pokok-pokok permasalahan yang kemudian akan dirundingkan dalam pertemuan berikutnya yang dikenal sebagai Jakarta Informal Meeting. Mengingat masa tugas Mochtar Kusumaatmadja sebagai menteri luar negeri Indonesia telah berakhir, beliau pun menyerahkan keberlanjutan pelaksanaan pertemuan tersebut pada menteri luar negeri berikutnya yakni Ali Alatas.

 

Dari Jakarta Informal Meeting Sampai Konferensi Paris

Pelaksanaan Jakarta Informal Meeting (JIM) tahun 1987 
(Sumber: kompas.com)

Sebagai kelanjutan dari cocktail party, diadakanlah pertemuan yang dikenal sebagai Jakarta Informal Meeting. Dalam artikel The Paris Conference on Cambodia, 1989 yang ditulis oleh Michael Haas, dijelaskan bahwa pertemuan ini dilaksanakan sebanyak dua kali. Pertemuan pertama dilakukan di Bogor pada tanggal 25 hingga 28 Juli 1988. Pertemuan ini lebih mengarah pada usaha mediasi antara kelompok-kelompok yang bertikai di Kamboja.

Pertemuan berikutnya dilakukan di kota Jakarta pada tanggal 16 hingga 18 Februari 1989. Dalam pertemuan ini terdapat tiga hal yang disetujui: pertama, Kamboja dan Vietnam melakukan gencatan senjata, kemudian diturunkannya pasukan penjaga perdamaian PBB guna mengawasi penarikan tentara Vietnam, dan terakhir, penggabungan semua kelompok yang bertikai di Kamboja ke dalam suatu kesatuan pemerintahan.

Sebagai lanjutan dari Jakarta Informal Meeting yang dilaksanakan pada 1988 dan 1989, dilakukanlah Konferensi Paris untuk Kamboja pada 30 Juli 1991. Konferensi ini bertujuan untuk merampungkan perjanjian damai antara Kamboja dan Vietnam di mata PBB. Akhirnya pada tanggal 23 Oktober 1991, konflik Kamboja dan Vietnam berhasil diselesaikan setelah ditandatanganinya Persetujuan Damai Paris pada tanggal 23 Oktober 1991.

Peranan yang ditunjukkan oleh Mochtar Kusumaatmadja dalam menyelesaikan konflik Kamboja-Vietnam sangatlah besar. Meskipun beliau tidak mengikuti penyelesaian konfliknya secara tuntas, dikarenakan masa jabatannya sebagai menteri luar negeri berakhir pada tahun 1988 dan digantikan oleh Ali Alatas, tetapi banyak pihak yang memuji sekaligus menghormatinya sebagai tokoh pencipta perdamaian Kamboja dan Vietnam.

Konferensi Paris untuk Kamboja tidak dapat terlaksana, dan konflik Kamboja-Vietnam akan terus berlanjut apabila cocktail party ini tidak berjalan dengan baik. Menyelesaikan masalah tanpa kekerasan, dan juga mendengarkan pendapat orang lain menjadi salah satu sikap Prof. Mochtar Kusumaatmadja yang wajib kita teladani sebagai penerus bangsa.

0 comments:

Post a Comment