Tradisi Peno'-Peno' Sebagai Kebudayaan Suku Bugis di Kubu Raya

Seminar tentang Tradisi Peno'-Peno di area Museum Kalbar (12/10)
(Sumber: Dok. Pribadi)

Kalimantan Barat dikenal memiliki kebudayaan dan tradisi yang beragam dari tiap-tiap sukunya. Salah satunya yang dipraktikkan oleh Suku Bugis di Kubu Raya lewat Tradisi Peno'-Peno'. Hal ini terungkap pada seminar yang diadakan pada 12 Oktober 2024 lalu, yang berangkat dari hasil penelitian (buku) Gunawan. Seminar ini sendiri dilaksanakan di Jumpa Kopi Tiam, di area Museum Kalimantan Barat.Ritual Peno’-Peno’ ini merupakan salah satu ritual dan tradisi dari suku Bugis yang masih dilakukan di Desa Jeruju Besar, Kabupaten Kubu Raya. Sebagai penyusun buku yang membahas ritual Peno’-Peno’, Gunawan turut menghadirkan Sanro untuk memberikan informasi lebih lengkap terkait ritual ini dalam suku Bugis. Adapun ritual ini dilakukan ketika seseorang memiliki niat yang bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur serta memohon perlindungan kepada Allah SWT. yang dipimpin oleh pemuka adat yang dikenal sebagai Sanro. Lantas, kapan seseorang memiliki niat untuk melaksanakan ritual Peno’-Peno’?

Ritual Peno'-Peno' 
(Sumber: Dok. Rosinta dalam Gunawan, 2024)

Menurut Sanro Abdul Hamid, niat untuk melakukan tradisi ini muncul ketika seseorang akan melaksanakan hajat seperti khataman dan pernikahan. Selain itu, ritual ini juga dilakukan ketika seseorang mengalami musibah dan bernazar untuk melakukan ritual Peno’-Peno’ setelahnya, ritual ini sudah pasti akan selalu dilakukan walaupun waktu pelaksanaannya tidak menentu.
Dalam pelaksanaannya, ritual Peno’-Peno’ dilakukan menggunakan alat dan bahan seperti bambu, buah pinang, daun waru, serta daun sirih yang wajib disertakan dalam prosesi ritual. Dari penurutan Sanro Abdul Hamid, jika salah satu alat maupun bahan tidak terpenuhi maka dapat menyebabkan kesurupan.

Tim Majalah Riwajat bersama Sanro yang bertugas memimpin
Tradisi Peno'-Peno'. (Dok Pribadi)

Kendati demikian, tidak seluruh masyarakat Bugis di Kalimantan Barat melakukan ritual Peno’-Peno’. Adapun faktor tidak dilaksanakannya ritual ini adalah karena perubahan pola hidup masyarakat dan tidak ada orang yang melaksanakan ritual tersebut karena tidak adanya Sanro yang memimpin. Sehingga ketika Melihat ritual Peno’-Peno’ yang sudah jarang sekali dilaksanakan di luar kawasan Jeruju Besar, Sanro Abdul Hamid berharap agar ritual ini dapat kembali dilestarikan.

Lesuji dan Anca sebagai perangkat dari ritual Peno'-Peno'
(Sumber: M. Rafi'i dalam Gunawan, 2024)

Sebagai identitas Bugis, Gunawan berharap agar ritual Peno’-Peno tetap dilaksanakan karena suatu bangsa tidak hanya dikenal melalui bahasanya saja, namun juga dengan kebudayaannya. “Saya berharap orang-orang Bugis mempertahankan ritual Peno’-Peno’ sebagai identitas yang ada dalam diri masyarakat Bugis. Begitu pula dengan anak-anak muda yang diharapkan untuk ikut terlibat dalam ritual ini sehingga dapat menjadi penerus Sanro di masa yang akan datang.” Ujar Gunawan saat di-wawancara pasca kegiatan seminar hasil penelitian ritual Peno’-Peno’  Kubu Raya.
Pewarta: Nurmisnawati

0 Comments:

Post a Comment