Kepingan Sejarah Perjalanan Raden Sulaiman Hingga Terbentuknya Kesultanan Sambas


Sumber :  KITLV

 Oleh : Aristi Dimin

Inilah awal kisah hidup Raden Sulaiman (Sultan Muhammad Syafiuddin I) serta Kronologis terbentuknya kerajaan sambas yang masih memiliki hubungan darah dengan Kerajaan Brunei Darussalam dan Kerajaan Sukadana.

Sejarah tentang asal usul Kerajaan Sambas tidak bisa terlepas dari Kerajaan di Brunei Darussalam. Antara kedua kerajaan ini mempunyai kaitan persaudaraan yang sangat erat. Pada jaman dahulu di Negeri Brunei Darussalam, ada seorang raja yang bergelar Sri Paduka Sultan Muhammad. Setelah beliau wafat, tahta kerajaan diserahkan kepada anak cucunya secara turun temurun, sampailah pada keturunan yang ke-9 yaitu Sultan Abdul Djalil Akbar. Beliau mempunyai putra yang bernama Sultan Raja Tengah. Raja tengah inilah yang kemudian datang ke Kerajaan Tanjungpura (Sukadana). Karena perilaku dan tata kramanya beliau disegani masyarakat, bahkan Raja Tanjungpura rela mengawinkan dengan anaknya bernama Ratu Surya. Dari perkawinan ini lahir Raden Sulaiman. 

Setelah sekian lama perkawinan antara Raja Tengah dan Ratu Surya ada suatu hal yang membuat merekaharus melakukan perjalanan menyisiri sungai, sehingga sampailah di muara Sebangun. Perjalanan Raja Tengah dan Istri beserta kelima anaknya (Raden Sulaiman, Raden Badarudin, Raden Abdul Wahab, Raden Rasmi Putri, dan Raden Ratnawati) diikuti oleh prajurit mempergunakan empat puluh kapal yang dipersenjatai. Rombongan Raja Tengah menyusuri pantai utara, lalu memasuki Sungai Sambas besar dan berhenti pada suatu tempat yang bernama Kota Bangun. Didaerah tersebut kemudian dibangun perkampungan yang sering disebut dengan Muare Tebangun (E.U Kratz dalam Mario Inirgo Oki Menes Belo, 2016). Desa Kota Bangun Sendiri merupakan tempat yang sangat strategis yaitu terletak pada pertigaan Sungai Sambas Kecil, Sungai Sambas Besar dan Sungai Kartiasa, hal tersebut yang diyakini mereka memilih daerah ini. Memang pada awalnya nama Desa Sebangun adalah ide dari Raja Tengah beserta keluarga, warga Dusun Kota Bangun, Pizul menyatakan “pada saat itu rombongan Raja Tengah tertidur dan ketika terbangun bertepatan di Muare Sebangun, kemudian rombongan Raja Tengah memutuskan untuk menetap dan membuat perkampungan, itulah asal muasal nama Sebangun”. 

Kedatangan rombongan Raja Tengah ke Kota Bangun merupakan hal yang tidak disengaja, tidak hanya menetap tetapi sekaligus menyebarkan agama Islam, hal itu ditandai dengan berdirinya Surau yang diberi nama Surau Raden Sulaiman. Keadaan surau tersebut masih bagus, sebagian merupakan bangunan asli Raden Sulaiman, seperti kayu belian yang merupakan ciri khas bangunan jaman dahulu dan kayu belian sendiri terkenal dengan kekokohonannya. Terdapat pula 4 tiang yang terdapat didalam surau dan tempayan yang terbuat dari tanah liat untuk mengambil air wudhu yang merupakan situs asli zaman Raden Sulaiman. Menurut Nasarudin dari Tribun Pontianak menyatakan “Masjid Raden Sulaiman merupakan masjid pertama yang dibangun Kesultanan Sambas. Sampai saat ini, masih diyakini sebagai masjid tertua di Kabupaten Sambas”. 

 

Berikut gambar Surau Raden Sulaiman dan tempayannya


 
Sumber : Koleksi Pribadi 
 

 
Sumber : Koleksi Pribadi 

 

Perjalanan jauh yang ditempuh oleh keluarga Raja Tengah bukanlah tanpa maksud, mereka berusaha menyebarkan agama Islam sekaligus tertarik dengan kekayaan Sambas yang kala itu terkenal dengan kekayaan emasnya. Sebenarnya agama Islam sudah masuk kedalam negeri Sambas pada abad ke 14 M, tetapi persentasenya kemungkinan masih sedikit. Mario Inirgo menyatakan “agama Islam pertama kali masuk ke Sambas dibawa oleh pedagang dari Arab, Banjarmasin dan Brunei Darussalam yang datag dengan tujuan berdagang. Para pedagang masuk ke Sambas dimulai sejak abad ke 14 M”. Negeri Sambas masih didominasi oleh pemeluk agama Hindu, Animisme dan Dinamisme, Sesuai dengan pernyataan Arpan dalam Catatan Peninggalan Sejarah di Sambas, bahwa ajaran Islam kembali menyebar dari negeri daerah Paloh membawa ajaran kebenaran yaitu Islam hingga Raden Sulaiman kawin dengan putri bungsu Ratu Sapudak”. 

Pada saat itu Sambas dipimpin oleh raja yang disebut Ratu Sapudak yang menetap di Kota Lama. Hubungan antara Raja Tengah dan Ratu Sapudak sangat baik, setelah sekian lama menetap akhirnya Raja Tengah meminangkan putri Ratu Sapudak yang bernama Mas Ayu Bungsu untuk Raden Sulaiman. Setelah setahun pernikahan Raden Sulaiman dan Mas Ayu Bungsu dikaruniai anak laki-laki yang diberi nama Raden Bima.  

Sepeninggalan Ratu Sapudak, anaknya Prabu Kencana yang bergelar Anom Kesuma Yuda dinobatkan menjadi Ratu. Anom Kesuma Yuda mengangkat Raden Sulaiman Wazir (penasihat) II yang bertugas mengurusi urusan didalam maupun luar negeri. Setelah sekian lama menetap di Kota Lama, berbagai konflik internal terjadi, ada sebuah fitnah yang mengatakan Raden Sulaiman akan mengkudeta kedudukan Anom Kesuma Yuda. Pertikaian internal ini membuat Raden Sulaiman memutuskan untuk meninggalkan Kota Lama dan hijrah ke Kota Bangun lalu ke Bandir dan mendirikan perkampungan baru.

Setelah mendapatkan negeri dan pemerintahan Sambas melalui upacara serah terima yang dilakukan oleh Ratu Anom Kesuma Yuda, Raden Sulaiman kemudian pindah dari Kota Bandir ke daerah Lubung madung. Didaerah Lubuk Madung inilah pada tanggal 9 Juli 1631, Raden Sulaiman dinobatkan sebagai Sultan Sambas dengan gelar Sultan Muhammad Syafiuddin I (Ansar Rahman, 2001:42). Sultan Muhammad Syafiuddin I merupakan raja pertama Sambas dalam bentuk kerajaan Islam dan pemerintahan yang berlandaskan Islam. Setelah resmi menjabat, Sultan Muhammad Syafiuddin semakin menggiatkan ajaran agama Islam. Sultan Muhammad Syafiuddin memeritah Kesultanan Sambas pada 1631 sampai 1708. Akhirnya terbentuklah Kesultanan Sambas yang memiliki keterkaitan dengan tiga kerajaan yaitu Kerajaan Sambas, Kerajaan Brunei Darussalam, dan Kerajaan Sukadana.

 

Daftar Pustaka

Ansar Rahman, dkk. 2001.kabupaten Sambas – Sejarah Kesultanan dan Pemerintah Daerah. Pontianak : Taurus-Semar karya.
Arpan, 2001. Catatan Peninggalan Sejarah di Sambas. Sambas : Penilik Kebudayaan Kecamatan
Sambas 
Mario Inirgo Oki Menes Belo, 2016. Islam di Kesultanan Sambas Kalimantan Barat. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbkaltim/profil-dan-sejarah-kesultanan-sambas/. Diunduh pada 10 Juni 2021 
https://pontianak.tribunnews.com/2012/08/22/melihat-masjid-raden-sulaima-sambas. Diunduh pada 31 Mei 2021
https://sambas.go.id/profile-daerah/pemerintahan/sejarah-singkat.html. Diunduh pada 10 Juni 2021

0 Comments:

Post a Comment