Serangan Fajar Laskar BPIKB di Sambas


Para pejuang Sambas dari Kesatuan Gajhahmada di tahun 1949
Sumber: Anshar Rahman, dkk, Kabupaten Sambas Sejarah Kesultanan dan Pemerintahan Daerah, 2001.


Oleh : M. Rikaz Prabowo

10 Januari 1949, Badan Pejuang Indonesia Kalimantan Barat (BPIKB) melakukan serangan fajar ke tangsi kompi KNIL di Sambas. Pemimpin serangan Mayor Alianyang beserta gerilyawan kemudian dikejar hingga ke perbatasan Malaysia.


Suasana tangsi kompi Batalyon Infanteri IX KNIL di Sambas sangat tenang, maklum waktu belum menunjukkan pukul 5 pagi dan para serdadu masih terlelap. Hanya ada beberapa penjaga piket yang sebenarnya juga sedang menahan kantuk di subuh tanggal 10 Januari 1949. Serenta keheningan di pagi hari itu pecah saat terdengar satu tembakan pembuka dari arah luar tangsi yang kemudian diikuti dengan serentetan tembakan lainnya ke arah rumah komandan, pos jaga, dan asrama tentara. Dalam sekejap seluruh serdadu di tangsi itu bangun dari tidurnya dan segera mengambil posisi stelling. Tanpa persiapan taktik dan persiapan diri (sarapan dan mandi), para serdadu KNIL yang justru terlihat wajah-wajah khas Indonesia itu saling bertanya dibenak mereka, siapakah yang berani-beraninya menyerang tangsi di pagi buta?

Aksi itu diiniasi oleh para pejuang yang tergabung dalam Badan Pejuang Indonesia Kalimantan Barat (BPIKB) yang memiliki wilayah operasi di sekitar Sambas, Singkawang, Bengkayang, hinga ke Mempawah. Di Kalimantan Barat sendiri, BPIKB termasuk organisasi kelaskaran yang cukup diperhitungkan oleh Belanda dan anteknya karena dianggap sebagai yang paling besar dengan jumlah anggota sekitar seribu orang dan terorganisir dengan baik. Berdiri sejak 13 November 1945, BPIKB menghimpun pemuda-pemuda republikan, ex-Kaigun Heiho, dan organisasi kelaskaran kecil lainnya untuk melawan Belanda melalui aksi-aksi sabotase, propaganda, spionase, dan aksi gerilya. Wan Abbas Mansyur dipercaya menjadi komandan BPIKB pertama, kemudian pada 1946 digantikan oleh wakilnya Bero Martosutikno, hingga kemudian berlanjut pada 1947-1949 dipimpin oleh Sarimin Minhad. Demikian Sarimin Minhad dan Usman Amin dalam Setetes Air di Padang Pasir: Sejarah Perjuangan Laskar BPIKB Afdeling Singkawang tahun 1945-1949 (2000).

BPIKB pantas diperhitungkan oleh Belanda karena aksinya yang menyulitkan keberadaan mereka. Dalam buku Revolusi Oktober 1946 di Kalimantan Barat (2019) misalnya, pada Oktober 1946 BPIKB merencanakan mengadakan pemberontakan di dua kota sekaligus yakni di Bengkayang dan Singkawang. Sebagai persiapan, Badan Pemberontak Republik Indonesia Antibar (BPRIA) Mempawah, yang telah terafiliasi dengan Pusat Komando BPIKB di Singkawang melakukan sabotase pembakaran jembatan yang menghubungkan ruas utama jalan raya Pontianak-Singkawang pada 14 September 1946. Aksi ini bertujuan untuk menyulitkan mobilisasi pasukan KNIL dari Pontianak, ditambah sejumlah ruas jalan juga sengaja dipalang oleh pejuang dengan pohon dan material untuk menghambat mereka. Puncaknya pada 8 Oktober 1946 Kota Bengkayang berhasil direbut oleh laskar BPIKB pimpinan Alianyang dan Bambang Ismoyo selama 20 jam. Sedangkan di Singkawang rencana itu gagal karena ketatnya penjagaan pasukan KNIL.

Pasca aksi di bulan Oktober 1946 tersebut, KNIL semakin giat melakukan aksi penumpasan terhadap para pejuang hingga akhirnya mendorong BPIKB bergerak secara bawah tanah dan menyingkir ke hutan untuk bergerilya. Beberapa pemimpinnya tidak sedikit yang berhasil dijebloskan ke penjara tanpa proses pengadilan. Meskipun begitu, BPIKB tetap tidak mengendurkan aktivitasnya. Usaha-usaha untuk memperkuat pasukan terus dilakukan seperti mendatangkan senjata api dari Sarawak melalui Kesatuan Rakyat Indonesia Sarawak (KRIS), hingga mengadakan latihan-latihan. Hingga tahun 1948, BPIKB tinggal menyisakan Seksi Komando Utara di Jawai dan Seksi Komando Selatan di Sungai Kunyit, sedangkan Seksi Komando Timur di Bengkayang kekuatannya dianggap kurang memadai.

Seksi Komando Utara inilah yang pada 10 Januari 1949 melakukan serangan fajar ke tangsi KNIL di Sambas. Menariknya, rencana serangan ini disusun dalam tempo yang singkat. Para tokoh penting BPIKB seperti Sar’ie Mochtar H. Muksin, Sibu Saleh, Samiri H. Nalo, Tajudin, dan Alianyang, melakukan perundingan di sebuah Masjid di Desa Sempadian Tekarang. Hasilnya para tokoh itu sepakat untuk mengadakan penyerangan ke Sambas dan dipilihlah tangsi KNIL sebagai targetnya. Sejumlah persiapan dilakukan, pada 8 Januari 1949 pasukan yang sebelumnya telah berlatih dikumpulkan di Desa Sembuai (Kecamatan Sejangkung) dengan kekuatan 70 orang bersenjatakan puluhan senjata api berbagai jenis seperti LE dan Karabin. Sisanya bersenjatakan senapan lantak dan senjata tradisional. Berdasarkan kesepakatan, dipilihlah Alianyang sebagai komandan serangan. Pemilihan Alianyang sendiri dianggap tepat karena bagaimanapun juga ia telah berpengalaman dalam memimpin serangan serupa di Bengkayang pada 8 Oktober 1946.

Dengan jumlah kekuatan personil dan persenjataan yang disiapkan BPIKB, penyerangan agaknya tidak ditujukan untuk mengalahkan total pasukan setingkat satu kompi KNIL di tangsi itu. Melainkan sebagai bentuk perjuangan gerilya dengan maksud menciptakan kerugian sebesar mungkin di pihak musuh. BPIKB juga ingin membuktikan kepada KNIL bahwa mereka masih eksis dan berani, berbeda dari sangkaan yang selama ini dianggap terus melemah. Pada 9 Januari 1949 pasukan telah meninggalkan Sejangkung untuk menyusup masuk kota Sambas dan mengepung di titik-titik yang telah ditentukan di sekitar tangi KNIL.

Menurut rencana, penyerangan itu dibagi dalam tiga arah: serangan ke tangsi secara umum dipimpin oleh Alianyang, serangan ke rumah komadan dipimpin oleh Muchtar H. Muksin, dan serangan ke gedung asrama dipimpin oleh Sar’ie Dahlan. Memasuki dinihari tanggal 10 Januari 1949 pasukan telah berada di luar pagar tangsi dan bersiap untuk menanti aba-aba serangan dari Alianyang. Tepat pukul empat, Alianyang menbuka tembakan pertanda serangan ke tangsi dimulai. Para serdadu KNIL yang tidak pernah memperkirakan serangan ini dan sedang terlelap, segera terbangun penuh kebingungan. Setelah berhasil mengambil senjata, serdadu KNIL yang belum sempat mandi dan sarapan itu membalas tembakan laskar BPIKB namun tidak berani maju melakukan serangan balasan.


 Regu patroli tentara KNIL di Sambas, 1949. 
Sumber: NIMH

Gelapnya pagi menjadi penolong pasukan BPIKB untuk terus jual beli tembakan menghadapi tentara KNIL. Kurang lebih satu setengah jam kemudian atau pukul 05.30, seiring dengan hari yang mulai terang, Alianyang memerintahkan pasukannya untuk mundur dan kembali ke pos di Sejangkung. Serangan ini berhasil menewaskan 9 orang dari pihak mereka, sedangkan di pihak BPIKB tiga pejuangnya gugur antara lain: Zainuddin, Hasan, dan Saad. Bantuan kompi KNIL dari Singkawang didatangkan untuk mengintensifkan penumpasan pasukan BPIKB yang telah mundur.

Meskipun kerugian lebih besar diterima pihak KNIL dalam serangan fajar itu, namun dampak dari serangan ini memaksa BPIKB untuk mundur lebih dalam sembari bergerilya hingga mendekati perbatasan Malaysia. Beberapa pemimpin serangan akhirnya berhasil ditangkap, seperti Samiri H. Nalo. Selama gerak mundur itu, beberapa kali BPIKB harus menjalani pertempuran kecil karena disergap patroli KNIL, seperti pada 18 Januari 1949 di Kampung Acan, dekat perbatasan Sarawak. Di sisi lain patroli Inggris juga sering kontak senjata dengan gerilyawan karena mendekati perbatasan, sehingga memaksa sisa-sisa Pasukan BPIKB mundur hingga ke Tanjung Datu dan Camar Bulan. Di daerah itupun mereka kembali disergap oleh patroli KNIL pada 20 Maret 1949. Kondisi yang sulit ini memaksa mereka untuk terus melakukan gerak mundur dari kampung-kampung sembari mengkonsolidasikan kekuatan. “Patroli Belanda akan berpikir seribu kali untuk masuk ke dalam kampung yang lebih dalam dengan hutan-hutan yang lebat dan sulit dilalui, untuk bertahan untunglah banyak dibantu oleh para penduduk desa yang bersimpati dengan perjuangan kami”, kenang Sarimin Minhad.


0 Comments:

Post a Comment