ANNOUNCEMENT

News Ticker

7/recent/ticker-posts

Mempertanyakan Urgensi Pembangunan Coworking Space di Taman Budaya Kalbar

(Ilustrasi oleh Bamusbud Kalbar)

Oleh:

Tim Badan Musyawarah Kebudayaan Kalimantan Barat

 

Sebuah catatan dari hasil pertemuan anggota Bamusbud Kalbar, menyikapi pemberitaan dan undangan pertemuan dari Dikbud Kalbar mengenai Taman Budaya.

Beberapa rilisan berita lokal Kalimantan Barat yang santer belakangan ini mengenai rencana pembangunan “coworking space” di kawasan Taman Budaya oleh pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Kalimantan Barat dimana hal ini memang merupakan salah satu upaya perwujudan dari salah satu janji politik mereka, yaitu: “Menghidupkan kembali Taman Budaya Provinsi Kalimantan Barat”.

Namun, alih-alih menghidupkan kembali Taman Budaya, rencana pembangunan coworking space ini menuai pro dan kontra. Di satu sisi, fasilitas ini dianggap dapat mendukung kreativitas generasi muda; di sisi lain, banyak pihak mempertanyakan urgensi pembangunannya, terutama ketika kebutuhan mendesak seperti renovasi atau pembangunan gedung pertunjukan tertutup, gedung musik, dan gedung tari justru terabaikan. 


Prioritas Pembangunan: Taman Budaya buat siapa? Siapa buat Taman Budaya? 

Taman Budaya sejatinya adalah ruang publik yang berfungsi sebagai pusat pelestarian dan pengembangan seni-budaya. Namun, alih-alih memperbaiki infrastruktur yang vital bagi pelaku seni budaya yang dibangun sejak 1979, seperti gedung pertunjukan yang kerap bocor, ruang galeri seni atau fasilitas latihan tari yang tidak memadai, justru “coworking space” yang notabene lebih bersifat komersial, kurang relevan, jauh dari urgensi dan esensinya dengan kebutuhan seniman dan pekerja budaya.

“Coworking Space” yang jika dimaknai sebagai ruang kerja bersama yang memungkinkan individu dan kelompok dari berbagai latar belakang dan industri untuk berbagi fasilitas kerja dalam konteks ekonomi kreatif. Hakekatnya konsep tersebut menawarkan alternatif bagi industri komersial yang jauh dari esensi kerja-kerja kebudayaan, harusnya kleim atas rencana “coworking space” sudah bisa kita lakukan diruang-ruang yang sudah tercipta diluar Taman Budaya.

Padahal jika ditilik kembali, gedung-gedung Taman Budaya saat ini yang layak adalah tulang punggung ekosistem seni dan bagi generasi mendatang. Tanpa ruang yang memadai, seniman kesulitan berkreasi, bahkan terpaksa menggelar pertunjukan di tempat-tempat seadanya. Jika pemerintah ingin benar-benar memajukan kebudayaan, seharusnya anggaran dialokasikan untuk perbaikan infrastruktur seni yang sudah terbukti dibutuhkan dan urun rembuk melibatkan perencanaan yang matang dengan memfasilitasi kajian dan dialog yang inklusif antar institusi pemerintah dan pelaku seni budaya. 

 

Pertemuan pengurus inti Bamusbud Kalbar membahas penataan
Taman Budaya yang terletak di Jl. Jenderal Ahmad Yani, Pontianak
(Dok. HBK)

Suara Badan Musyawarah Kebudayaan (Bamusbud) Kalimantan Barat 

Bamusbud sebagai representasi pelaku seni telah menyatakan penolakan terhadap proyek ini. Menurut mereka, pembangunan “coworking space” tidak hanya tidak sesuai dengan fungsi Taman Budaya, tetapi juga mengabaikan aspirasi seniman yang selama ini berjuang dengan fasilitas yang minim. 

"Pembangunan ini harus dibatalkan dan ditinjau ulang. Pemerintah perlu berdialog dengan pelaku seni untuk benar-benar memahami kebutuhan mendesak di lapangan, bukan memaksakan proyek yang justru tidak menjadi prioritas," tegas perwakilan Bamusbud. 

 

Pentingnya Dialog Partisipatif

Agar kebijakan pembangunan tidak salah arah, pemerintah harus mengutamakan pendekatan partisipatif dengan melibatkan pelaku seni, budayawan, dan masyarakat. Dialog terbuka harus segera digelar untuk memetakan kebutuhan riil, sehingga anggaran negara benar-benar digunakan untuk hal yang berdampak langsung pada kemajuan seni dan budaya. 

Alih-alih membangun coworking space, lebih baik dana dialihkan untuk: 

1. Renovasi gedung pertunjukan yang rusak dan tidak nyaman. 

2. Pembangunan gedung musik dan tari yang memenuhi standar akustik dan kenyamanan. 

3. Penyediaan ruang latihan yang layak bagi komunitas seni. 

Pembangunan coworking space di Taman Budaya adalah contoh ketimpangan prioritas. Jika pemerintah serius memajukan kebudayaan, seharusnya mendengarkan suara pelaku seni dan mengalokasikan anggaran untuk infrastruktur yang benar-benar mendukung ekosistem seni. Bamusbud Kalbar sudah mengambil sikap tegas—kini saatnya pemerintah membatalkan proyek ini dan mengkaji ulang melalui dialog inklusif. 

Seni dan budaya adalah identitas bangsa. Jangan biarkan kebijakan pembangunan justru menggerus ruang hidupnya.


Badan Musyawarah Kebudayaan Kalimantan Barat (BAMUSBUD Kalbar)

Pontianak, 25 April 202

Post a Comment

0 Comments